“Hanya dari hati, kamu dapat menyentuh langit.” – Jalaluddin Ar Rumi
Perbedaan yang membuat kita ingin saling mengenal. Ketertarikan untuk saling mengenal kemudian terwujud dengan kehadiran Campbell dari Boston, Massachusetts, Amerika Serikat di Rumah Belajar Bersama (RBB) pada Kamis, 18 Mei 2023.
Kumpulan anak anak yang bergembira dapat bertemu dan berdialo dengan Campbell di halaman Rumah Belajar Bersama
Campbell menyita perhatian karena selain para pelajar Bahasa Inggris terutama anak anak yang hendak praktek bicara langsung dengan native speakers, warna kulit dan rambut Campbell yang berbeda dari orang Indonesia disertai keramah tamahan dalam bergaul menjadikan Campbell terlihat istimewa.
Rifa’atul Mahmudah (baju merah) sebagai moderator dan Campbell sebagai tamu pembicara.
Sesi dialog ini dipandu oleh Rifa’atul Mahmudah, pengajar RBB dan anggota English Practice Club (EPC). pertanyaan anak-anak memang sederhana seperti What is your favourite color? What countries have you visited? What do you think about Indonesia? What is my name? dan sederet pertanyaan lainnya. Berangkat dari kesederhanaan ini penting karena ini adalah tahapan paling mendasar dalam melatih mereka agar punya keberanian dan kepercayaan diri tampil berbicara di depan banyak orang.
Alesha adalah pelajar kelas 2 di SDN 3 Kasimpureng Bulukumba yang paling rajin bertanya kepada Campbell. Sumber foto: Rumah Belajar Bersama.
Selain itu, ada kesan yang mendalam yang tidak terucapkan pada pertemuan itu . Menatap wajah wajah peserta yang terlihat penasaran disertai rasa ingin tahu yang tinggi seakan memberikan tanda bahwa sebenarnya mereka punya banyak hal yang ingin mereka sampaikan. Cuma saja karena sebagian besar baru pertama kali bertemu orang asing, mereka masih terkesan malu-malu menyampaikan perdapatnya meskipun mereka telah punya segudang pertanyaan yang tercatat di buku tulisnya tergenggam baik di tangan.
Campbel yang berada di tengah bersama seluruh rekan rekan pemerhati Bahasa Inggris di Bulukumba.
Hal lain yang patut kita apresiasi adalah adanya ketenangan anak anak yang duduk di atas bangku belajarnya masing-masing mendengarkan dengan senang hati semua penjelasan Campbell. Mereka nanti bisa jadi pembicara yang ulung sebagaimana Campbell berhasil menarik perhatiannya. Ini sejalan dengan pepatah Yunani kuno yang mengatakan bahwa pembicara yang baik itu dimulai dari keinginan untuk mau mendengarkan.
Daya tarik untuk saling mengenal pada pertemuan ini berakhir dengan foto bersama. Ada juga yang foto berdua, selfie dengan Campbell dan lain lainnya. Semua itu adalah kenangan yang akan menjadi cerita tentang perjalanan dunia belajar berbahasa Inggris.
Setelah acara, pengakuan Campbell, “Faiha is brilliant.” (Terjemahan bebas: Faiha cerdas luar biasa). Hal ini karena saat sesi diskusi Faiha berumur tujuh tahun alias kelas satu SDN (Sekolah Dasar Negeri) 2 Terang Terang Bulukumba melakukan hal yang tidak diucapkan kebanyakan orang seperti menanyakan nama siapa yang jadi pembicara ataupun memperkenalkan dirinya. Ia malah menguji Campbell. Faiha bertanya, “Do you know my name? (Apakah Anda tahu namaku?)” Campbell kaget dan tersenyum menatap Faiha dan orang orang pun berkata bahwa itu adalah Faiha. Faiha mengaku bahwa ia sendiri berpikir yang membuat pertanyaan tersebut karena guru-guru tidak pernah mengajarkan demikian.
Moment berharga ketika Faiha bertanya, “Do you know my name?” kepada Miss Campbell di Rumah Belajar Bersama.
Nama Faiha pun dengan segera melekat di pikiran Campbell dan memberikan pujian “brilliant” setelah acara diskusi tanpa sepengetahuan Faiha. Amma dari Dego Dego Na Bira dan penulis yang diajak membahas tentang ini.
Untuk gerakan pencerdasan selanjutnya, biarlah ibunya Faiha Nino Ashari yang menyampaikannya sebagai bahan motivasi dan inspirasi. Hal terakhir yang Faiha minta sebelum berpisah dengan Campbell adalah berfoto kenangan pertama kali berbicara Inggris dengan tamu mancanegara.
Faiha hanyalah salah satu contoh dari sekian banyak anak-anak Indonesia dan anak anak dunia yang punya potensi besar untuk berkembang. Tugas kita sebagai pendidik adalah membukakan ruang dan lingkungan belajar yang seluas-luasnya agar tiap anak itu dapat tumbuh sesuai dengan minat dan bakatnya.
Jika suatu urusan tidak diserahkan pada ahlinya maka tunggulah kehancurannya. Demikian kata pepatah.
Untuk itu, kita mengedepankan kwalitas sumber daya manusia untuk mencetak generasi yang ahli di bidangnya masing masing
Foto pada kelas Bahasa Inggris. Mereka adalah anak anak yang saat ini tahunya senang belajar saja. Itu sudah cukup untuk memulai dan menanamkan cita cita yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan.
Kalau kata Pak Habibie sih, perlu tambah imtaq (iman dan taqwa). Semuanya bagus.
Mereka berdua ini berkumpul karena terdapat kesepahaman. Keduanya tertarik mengembangkan kecerdasan berpikirnya dengan berdiskusi untuk memecahkan suatu masalah. Saling bertukar pikiran dan bahkan saling menyanggah pendapat untuk mendapatkan jalan terbaik membuatnya berhasil menemukan jalan yang terbaik.
Dari dunia belajar anak anak ini, kita dapat pelajaran bahwa tidak ada yang sulit bila saling bekerjasama.
Dalam bentangan sejarah, terdapat pelajaran berharga terhadap jatuh bangunnya suatu peradaban. Kita mengajak pelajar untuk membaca dan memahami tanda tanda tersebut.
Sadar atau tidak, anak anak ini sedang membangun sebuah peradaban. Namanya peradaban intelektual.