Jembatan menuju Keahlian Berbahasa Inggris

Namaku Risny Widyandiny, panggilan Diny. Saya adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Sejak saya masih duduk di kelas  X SMAN 4 Bantaeng sampai saya lulus sekolah, saya tidak pernah berhasil meyakinkan diri saya bahwa kenapa saya harus kuliah. Dalam pikiran saya akan lebih baik jika saya bekerja setelah lulus nanti maka saya akan lebih cepat menghasilkan uang dan tidak lagi menjadi beban untuk siapapun.

Pada tahun 2020 adalah tahun kelulusan saya di SMA dan mulai bekerja untuk pertama kalinya. Selang beberapa bulan, saya merasakan fluktuasi pada pekerjaan. Puncaknya, saya mengumpulkan keberanian untuk mengundurkan diri dari tempat bekerja setelah mempertimbangkan beberapa hal. Salah satunya adalah saya melihat ke dalam diri saya dan bertanya,

“Apa yang saya punya?
“Mengapa saya harus kuliah?
“Apakah saya sudah siap menerima segala risiko yang menunggu saya di depan?
“Mengapa saya berjuang mewujudkan mimpi saya?
“Bagimana kalau jalan hidup saya bukan di sana?”, ucapku dalam hati.

“Saya harus kuliah karena saya pikir bahwa dengan ilmu, saya bisa mendapatkan yang hal lebih dari kehidupanku ini. Saya tidak bermaksud angkuh tapi hanya berusaha untuk objektif. Bukankah yang lebih tahu diri kita selain Tuhan adalah diri kita sendiri? Orang tua saya memiliki keterbatasan ekonomi dalam mewujudkan mimpi-mimpi saya untuk menempuh kuliah. Tetapi yang saya tahu, saya punya diri saya sendiri yang mau berjuang dan mengusahakan masa depan yang lebih cerah. Saya sudah tidak peduli bagaimana akhirnya nanti. Yang jelas saya harus berada di jalan impianku. Selebihnya, biarkan Tuhan mengurus”, jawab saya sembari menelan ludah.

Singkat cerita, saya mengundurkan diri di tempat bekerja dan itu diterima. Kemudian saya daftar SBMPTN 2021 dan mengikuti tesnya. Hasilnya, gagal.

Setelah itu, saya kembali ke rumahku di Bantaeng dengan membawa diriku yang masih abu-abu. Dengan menggunakan sisa gaji terakhirku, saya memulai perjuangan dengan membeli paket belajar setahun di salah satu platform bimbel online. Dengan harapan, agar saya tidak gagal lagi di UTBK 2022.

Babak berikutnya, saya mengikuti program beasiswa yang diselenggarakan OSC (Online Scholarship Competition) Medcom. Lalu saya mengikuti online test-nya. Saya ditemani kakak saya waktu itu, Ais. Saya memintanya untuk membantu saya menjawab soal Bahasa Inggris. Dan bahkan setelah mengandalkan Google Translate pun, kami masih tidak yakin dengan jawabannya. Berawal dari situlah kakak saya berinisiatif memasukkan saya ke kursus. Pasalnya setelah pengumuman beasiswa tersebut keluar, score (nilai) yang saya dapatkan tidak cukup untuk lanjut ke tahap berikutnya. Dikarenakan nilai di subtes Bahasa Inggrisku rendah.

Perjuangan Belajar Bahasa Inggris di RBB

Di suatu malam, Ais berkata “Diny, mau masuk  kursus Bahasa Inggris?” Tanya Ais ke saya. Tanpa merespon, saya hanya geleng-geleng kepala seraya mengambil napas dan berkata dalam pikirku “Ah kursus, kau dan saya saja pengangguran, mau bayar pakai apa?” Ais tidak berhenti begitu saja, melihat responku yang meragukan tawarannya.

Sesaat kemudian, ia pun memperlihatkanku percakapannya dengan direktur sebuah lembaga bernama Rumah Belajar Bersama (RBB). Usahanya membuahkan hasil, lembaga itu mau menerimaku bebas biaya atas kerendahan hati kakak saya yang sukarela menawarkan jasa bekerja apapun di sana, sekalipun itu hanya sebagai tukang bersih-bersih.  Itu semua ia lakukan hanya untuk melihatku bisa belajar Bahasa Inggris.

Pada 15 November 2021 adalah hari pertama dimana babak baru saya mulai belajar Bahasa Inggris. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa saya akan sampai di titik ini. Saya pikir bahwa hanya orang berduit saja bisa sampai ke sini. Tetapi itu dipatahkan oleh tempat yang satu ini yaitu RBB  yang mengedepankan asas Pendidikan Kerakyatan. Bahkan kuantitas tidak jadi masalah, asal kualitas tetap terjaga di tempat ini. Tempat ini terletak di Jl. Teratai No.16, Caile, Kec. Ujung Bulu, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Kami tidak mengira sesampainya di sana direktur dari RBB yang sekaligus menjadi guru kami malah menawarkan kami untuk belajar berdua saja di sini. Padahal niatan awalnya, hanya saya yang akan belajar. Mendengar hal itu, rasanya ucapan terima kasih saja tidak akan cukup untuk membalas budi baiknya. Bahkan, ia menolak tawaran kakak saja untuk menjadi tukang bersih bersih. Setelah mengetahui kelebihan kami, ia menerima kami membantu mengajar pada kelas Matematika yang dibina oleh Rafa’tul Mahmudah atau Kak Ulfa.

Basic English Grammar Third Edition by Betty Shrampfer Azar yang berstandar edisi internasional menjadi buku pertama dari tiga buku penguasaan tata bahasa Inggris yang harus dituntaskan. Dalam hal ini, kami tidak begitu banyak mengalami kendala karena kami diberi ilmunya langsung oleh dua orang pengajar andal dari RBB yaitu Mr. Nain dengan pembawaan yang santai, penyampaian teori yang lugas, tidak terburu-buru, dan sangat paham apa yang dibutuhkan oleh muridnya dan Kak Ulfa yang dengan sabar menerangkan hal-hal yang kurang kami pahami dengan contoh pengandaian yang logis sehingga pengerjaan buku ini lebih mudah dikerjakan baik saat berada di RBB dan di rumah.

Suasana belajar RBB yang berbeda dari zona nyaman belajar kami, membuat kamai terpacu untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan belajar yang baru. Jujur saja, jarak yang jauh mendorong kami untuk sesegera mungkin menyelesaikan buku itu. Pasalnya, jika semakin lama kami belajar di sana maka uang yang harus kami keluarkan untuk biaya bensin juga akan bertambah. Sementara ini, kami belum berpenghasilan dan tidak ingin membebani orang tua dengan meminta uang. Lagi pula, kami juga tidak ingin mereka tahu kalau anak-anaknya pergi belajar menempuh perjalanan jauh lintas kabupaten; Kabupaten Bantaeng menuju Bulukumba.

Selama 33 hari kami berhasil menamatkan buku berwarna merah Basic English tersebut yang tebalnya lebih 500 halaman. Para pelajar kebanyakan menyelesaikan buku tersebut dalam waktu 3 bulan, 6 bulan dan bahkan ada yang sampai setahun. Ini karena kami tekun mengerjakannya dan konsisten dengan target yang kami ingin capai.

Keterbatasan melahirkan kreatifitas. Mungkin itu kalimat yang bisa merepresentasikan cara kami mendapatkan uang. Mulai dari Ais ikut giveaway-giveaway di instragram, mengikuti pertemuan di Puskesmas kota mewakili Posyandu daerahnya demi mendapat uang setelah rapat, hingga Diny menjual pulsa dan voucher listrik dengan menggunakan modal dari bermain Shopee games.

Semua perjalanan ini tidak akan kami lupa karena terdapat perjuangan di dalamya. Kami merasa senang dan bersyukur sebab kami berhasil tidak membebani orang tua dan target yang kami tetapkan juga tercapai.

Risny Widyandiny
* Pelajar di Rumah Belajar Bersama

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *