Siapa Yang Bersungguh Sungguh Pasti Dapat

Penulis: Fatmawati Patwa

“Harus konsisten dalam menekuni bidang disiplin ilmu yang anda pelajari,
anda bisa menjadi konsisten seperti saya.”

(Bacharuddin Jusuf Habibie)

“Ummi, belikan saya baju karate. Saya mau ikut karate di Kodim”, kata Ayla saat itu.

Kan banyak baju karate peninggalan kakak. Pilih saja mana yang cocok. Ada bajunya Daeng Ica, Daeng Lala dan Daeng Caca. Semua kakakmu dulu ikut karate sampai sabuk biru. Bahkan, Daeng Ica sampai sabuk coklat”, balasku.

“Tapi Ummi, izinkan saya masuk karate kan?”

“Iyalah, makanya baju karate kakaknya saya simpan baik-baik supaya kalau Ayla berminat, langsung saja pilih mana yang pas. ”

Begitulah percakapan diantara kami awal mulai berniat masuk karate.

Dia Ayla alias Nabila Alamanda, sudah lama ingin mengikuti jejak kakak-kakaknya yang sekarang sudah nyantri di Pesantren Gontor, Jawa Timur. Sayangnya, beberapa perguruan karate yang ada di Bulukumba sempat vacum bahkan mati suri selama bertahun-tahun.

Sebenarnya sejak kelas 2 SD selalu merajuk untuk didaftarkan masuk karate. Namun niatnya itu tidak kesampaian berhubung tidak ada perguruan yang aktif kala itu. Entah apa penyebabnya. Ia sempat bergabung diantar oleh Mama Lia—Ibu angkat Ayla—tapi setelah beberapa waktu, ia tidak aktif kembali.

Dan pada akhir tahun lalu, INKAI (Institut Karate Do Indonesia) KODIM 1411/Bulukumba mulai bangkit kembali. Ayla tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk bergabung. Latihan pun aktif berjalan setiap Senin dan Kamis, 16.00 – 18.00 Wita. Suasana pandemi mewajibkan tiap peserta karate mengkuti protokol kesehatan; pakai masker dan cuci tangan.

Awalnya, rekannya hanya beberapa orang. Namun seiring berjalannya waktu, banyak orang tua yang mendaftarkan anaknya dan berbaur dalam latihan karate. Mungkin ini akibat pandemi yang membuat sekolah ditutup dan anak anak hanya tinggal di rumah menghabiskan waktunya bermain HP (handphone) sehingga Karate menjadi pilihan yang menarik.

Semangat berlatih yang membara membuat Ayla tidak mau alpa mengikuti latihan. Apapun alasannya. Bahkan ketika ada acara di kampung atau di tempat lain, ia tidak mau ketinggalan. Sekarang malah sebaliknya. Ia sama sekali sudah tidak minat lagi. Daya tarik karate lebih mempesona dari yang lain. Dia sangat bangga memakai baju karate meskipun masih sabuk putih.

Dan saat ujian penaikan sabuk pada bulan April 2021 yang lalu, Ayla dan 5 orang temannya yang diuji oleh Sensei Achmad Sjairodji dan Senpai Asri langsung menyabet sabuk hijau 🟢, sementara kebanyakan dari temannya harus puas dengan sabuk kuning 🟡.

Kebahagiaan Nabila Alamanda berfoto dengan penguji Sensei Achmad Sjairodji (Sabuk hitam DAN 5) setelah ia berhasil meraih kenaikan sabuk putih ke hijau di Bulukumba. Prestasi kecil ini membuatnya menjadikanya sangat tekun berlatih meraih prestasi di karate. Sumber foto: Nabila Alamanda pada 11 April 2021

Loncatan ini yang membesarkan hatinya untuk terus berlatih lebih giat lagi. Ada limpahan energi yang tinggi dalam memperbaiki gerakannya.

Namun pernah suatu waktu pulang latihan tiba-tiba menangis dan ingin mundur.

“Ummi, saya tidak mau lagi latihan”, katanya sambil sesegukan meneteskan air mata.

Lah kenapa?”, tanyaku.

“Tadi waktu latihan, saya dikembalikan dan bergabung dengan anak anak yang latihan massal karena gerakanku katanya tidak bagus. Teman-teman meledek saya. Aihhhh dikembalikan ki. Kasian deh luh. Saya jadi malu”, Begitu ungkapnya.

Emang latihannya dipisah?”, saya bertanya lebih lanjut.

“Iya. Saya dilatih khusus bersama beberapa orang senior yang sabuk coklat dan hitam. Terus, tadi ada senior suruh saya balik ke barisan yang banyak itu”, terangnya.

Ada rasa iba melihatnya menangis membuat saya menyeka air matanya yang mengalir di pipi tembemnya sambil sesekali mencium dan memeluknya. Lalu, saya duduk mensejajarkan posisi dengan wajahnya dan memegang kedua bahunya.

Saya membesarkan hatinya dengan berkata, “Ooooo begitu masalahnya toh. Tidak apa apalah. Saat latihan, memang begitu nak. Kalau sudah beberapa kali dikasi tahu dan belum berubah itu karena dianggap apatis alias cuek dan tidak mau menerima arahan. Makanya, kalau diberi petunuk, cepatlah menyesuaikan. Kakak senior juga dulu begitu sewaktu masih kayak Ayla. Bahkan, bukan cuma sekali dua kali mereka bolak balik. Dulu latihan mereka lebih keras nak. Kalau ditegur pake tendangan sama pukulan. Sekarang sih enak, cuma bolak balik barisan. Masa baru begitu sudah putus asa. Semangat dong! Mana jiwa bushido-nya (Bushido berasal dari nilai-nilai moral samurai, sering menekankan beberapa kombinasi dari kesederhanaan, kesetiaan, penguasaan seni bela diri, dan kehormatan sampai mati). Nanti kalau gerakannya sudah berubah pasti dilatih khusus lagi. Ingat tidak boleh bermental kerupuk. Digigit sedikit saja langsung patah-patah.”

Setelah itu dia menikmati lagi latihannya dengan baik dan penuh semangat. Telebih setelah  pelatih mengumumkan akan ada lomba, Ayla dipilih oleh Senpai Sarif. Dan saat Senpai Ammar ke Kodim melihat Kata dari Ayla, Senpai Ammar mengatakan bahwa anak ini punya bakat. Karenanya, ia pun dilatih secara intensif. Dalam masa pelatihan, Senpai Rauf pun selalu memberinya motivasi bahwa Ayla bisa berprestasi.

Intensitas latihan dari 2 kali seminggu ditambah menjadi 8 kali seminggu dengan jadwal sore dan malam hari; Kodim, Puri Asri dan di SMA PGRI. Dan setiap hari jum’at, Ayla latihan di Balong Kec. Ujung Loe, Bulukumba yang Jaraknya sekitar 10 km dari rumah di kota Bulukumba. Intesitas latihan semakin meningkat 2 minggu menjelang lomba. Ia latihan tiap hari. Dengan penuh semangat (sebenarnya ia sedikit sakit karena flu tapi tidak ia hiraukan. Saya menyuruhnya minum madu agar tetap prima), ia terus hadir karena bertekad tampil maksimal untuk meraih medali.

Senior senior Ayla yang menjuarai berbagai turnamen memakai pakaian yang super mahal.  Bahkan ada yang harganya sampai 3.6 juta. Ia mulai terpengaruh dan berkata, “Ummi, belikan baju untuk lomba. ”

“Kan itu bajunya sudah ada”, kataku.

“Kalau pake baju bagus dan mahal, sudah pastikah jadi juara?” tanyaku.

“Yah tidaklah. Pasti tergantung gerakan tapi kan baju mempengaruhi gerakan. Ummi, kalau baju yang mahal itu, gerakan terlihat lebih memukau.”, jawabnya

“Terus, kalau gerakan bagus tapi pakai bajunya yang lebih murah, apa gerakannya jadi jelek?” tanyaku mengajak ia sedikit berpikir kritis.

“Tidaklah. Tapi enak tong itu kalau pakai baju mahal. Percaya diri gitu loh Ummiiii”, jelasnya.

“Ooo Kalau begitu pakai baju yang sudah ada. Perbaiki gerakanmu dengan latihan terus menerus. Jangan gugup saat bertanding. Insya Allah pulang bawa medali. Oke? Tidak perlu ikut-ikutan pakai baju mahal. Cuci bajunya bersih-bersih. Pasti sudah bagus dilihat”, kataku menjelaskan.

Percakapan ini alot karena dia kecenderungan memaksakan kehendak untuk memakai baju mahal. Sementara saya tidak menginginkan dia mengikuti arus atau trend yang sifatnya hedonis. Hanya ingin mengajarkan kepadanya bahwa membeli sesuatu itu tidak atas keinginan semata, bukan ikut-ikutan tapi atas dasar kebutuhan. Dan tidak semua hal yang dia inginkan harus terwujud. Saya mendidiknya untuk pandai bersabar.

Alhamdulillah, akhirnya ini bisa Ayla mengerti dan berangkat dengan baju yang selama ini dipakai latihan. kemudiaan ia punya ide cerdas dengan menghubungi pamannya yang juga karate ka, Saiful Patwa, agar membelikannya baju khusus Kata yang harganya ratusan ribu. Hal itu cukup membesarkan hatinya.

Kemudian, perhatiannya bukan lagi ke baju tapi bagaimana berusaha maksimal untuk bisa memperbaiki gerakan meskipun tidak memiliki baju mahal. Hasilnya, saat Kejuaraan INKAI tingkat Sul-Sel dan Barat di Kostrad Kariango, Maros pada 28 dan 29 Agustus 2021, Ayla pulang dengan meraih medali perunggu (juara 3) pada kelas Pra Pemula Kata Perorangan Putri dan posisi ke 4 untuk tim beregu.

Nabila Alamanda sesaat setelah meraih juara 3 pada Kata Pra Pemula Putri tingkat Sul-Sel dan Barat di Kostrad Kariango.
Sumber Foto: Fatmawati Patwa

Selamat buat anakku Ayla, Nabila Alamanda….
Sukses selalu dan semoga kejuaraan yang akan datang bisa meningkatkan medalinya.

Sebagai ibu, saya memperhatikan bahwa banyak hal positif yang Ayla dapatkan sejak menjadi karate ka. Diantaranya:

  1. Ayla sudah bisa mempersiapkan sendiri perlengkapannya; Mulai dari mencuci sampai menyeterika, minimal baju karate.
  2. Rasa takutnya terhadap orang-orang atau teman-temannya yang sering mengganggu sudah hilang.
  3. Ayla sudah bisa mengatur waktunya sedikit demi sedikit
  4. Waktu bermain HP-nya berkurang karena pulang latihan capek biasanya langsung istirahat.
  5. Mentalnya semakin bagus.
  6. Salah satu syarat untuk menjadi sukses telah ia ketahui yaitu bersungguh-sungguh. Ayla konsisten menjalani pilihannya menjadi karate ka.
Nabila Alamanda didampingi ibunya, Fatmawati Patwa saat penganugrahan medali dan sertifikat juara 3 tingkat Sul-Sel dan Barat di Kostrad Kariango, Maros. Sumber Foto: Fatmawati Patwa

Dibalik semua kesibukan di karate, saya tetap mengatur jadwal agar Ayla tetap mengikuti kelas Mengaji, Bahasa Inggris dan Matematika. ya! Masa  kecil adalah masa terbaik untuk belajar banyak hal. layaknya pepatah, belajar di waktu kecil, bagaikan menulis di atas batu. Menurut saya, ia ada waktu yang terbaik mempersiapkan masa depannya yang lebih baik. Alhamdulillah, semua pelajaran tersebut dapat ia ikuti dimana aktifitas karatenya dapat terus berjalan. Terima kasih banyak. Osss!

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *