Kategori: Program

Program dan mata pelajaran dari Rumah Belajar Bersama

  • Kemerdekaan

    Kemerdekaan

    Tiap tiap orang di bumi Indonesia ini haruslah punya kebebasan berpikir dan bertanggungjawab, kata B. J. Habibie. Hal itu hanya dapat diwujudkan dengan mencerdaskan generasi anak bangsa dengan tindakan nyata.

    Didik generasi dengan sungguh sungguh dan para pendidik harus mau terus belajar menambah ilmu pengetahuannya.

    Foto pada kunjungan Noemie Fieux dari Perancis yang berkunjung ke Rumah Belajar Bersama di Bulukumba

    Zulkarnain Patwa
    * Pengajar Rumah Belajar Bersama

  • Bukan Umur Tapi Kemampuan

    Bukan Umur Tapi Kemampuan

    Bukan Umur tapi Kemampuan

    Aiska pelajar SD ini telah berhasil menamatkan dua buku bacaan berbahasa Inggris dan telah tahu cara menjawab soal-soal cerita berbahasa Inggris.

    Konsistensi diri Aiska pada minat dan bakatnya ini menyakinkan kita bahwa dia adalah salah satu anak yang akan mahir berbahasa Inggris dan tentunya ini modal yang bagus untuk mempelajari bahasa internasional lainnya karena telah mengerti seluk beluk bahasa.

    Sekarang, Aiska berhak masuk kelas Pre Intermediate. Kita ingin dia nantinya mendapatkan pelajaran tingkat tinggi meskipun dia masih anak anak. Selama dia benar benar lulus tahapan demi tahapan, kita tidak akan ragu menawarkan pelajaran tingkat SMA dan lainnya betapa pun dia masih SD. Ukuran kita bukan umur tapi kemampuan.

    Zulkarnain Patwa
    Pengajar Rumah Belajar Bersama

  • Dua Orang Ahli Perahu

    Dua Orang Ahli Perahu

    Satu adalah Pak Najib yang mempunyai tradisi turun temurun dari nenek moyangnya dari Lemo-Lemo sebagai ahli pembuat perahu kayu Pinisi dan perahu kayu sesuai pesanan pembeli. Dia juga sarjana Matematika di Universitas Hasanuddin, Makassar sehingga cara pembuatan perahunya sedikit banyak dipengaruhi ilmu hitung mendalam selain insting.

    Kedua Horst Liebner. Ia pakar Pinisi yang berhasil menyerap pengetahuan lokal cara pembuatan perahu Pinisi dan perahu kayu lainnya di Indonesia. Keilmuannya bukan saja diakui dalam dunia akademik dengan gelar doktor tapi dia diakui oleh para panrita lopi (ahli pembuat perahu). Horst mengenal baik pembuatan perahu tradisional Indonesia dan tekun menulis tentang maritim. Keberadaannya di Tanah Beru sekarang untuk Pinisi Perla Anugerah Ilahi yang sedang dalam tahapan pembenahan untuk pelayaran selanjutnya.

    Dan ketiga yang di tengah adalah orang yang sekedar numpang foto. 😀

    Senin, 19 Agustus 2024 di Pusat Pembuatan Perahu di Tanah Beru, Bulukumba, Sulawesi Selatan.

    Zulkarnain Patwa
    * Pengajar Rumah Belajar Bersama
    * Pemerhati Pinisi

  • Pemuda, Laut dan Pinisi Perla Anugerah Ilahi

    Pemuda, Laut dan Pinisi Perla Anugerah Ilahi

    Terlahir sebagai anak pelaut dengan dengan keseharian hidup berada di laut, Rumahnya tepat tepi laut di Kec. Herlang, Turungan Beru, Bulukumba,  Sulawesi Selatan.

    Sakkar namanya. Seorang pemuda yang punya minat belajar yang tinggi. Itu penulis temukan saat dia belajar intensif bahasa Inggris dan inisiatifnya membantu anak anak kecil untuk rajin membaca buku. Dia jadi mengerti membagi ilmu itu tidaklah membuat ilmunya berkurang tapi malah bertambah.

    Waktu luang Sakkar banyak diisi dengan membaca buku-buku sumbangan donatur Pustaka Bergerak Indonesia sebuah inisiasi Kak Nirwan Ahmad Arsuka (Almarhum) kepada perpustakaan Rumah Belajar Bersama dan tidak lupa secara jujur penulis katakan bahwa dia bermain games android–sebuah hobby digital kids dan pemuda zaman now.

    Sakkar berada di atas perahu Pinisi Perla Anugerah Ilahi ini berdasarkan pengumuman yang dibuka oleh Doktor Horst Liebner–Pakar Maritim Pinisi Indonesia–akan melakukan pelayaran tanpa mesin sebagai bagian dari upaya pelestarian pengetahuan Pinisi yang telah hampir punah karena telah dikepung oleh modernisasi.

    Pinisi apa sekarang yang tidak pakai mesin? Seandainya Perla Anugerah Ilahi sebagai satu satunya Pinisi yang mengandalkan angin saja untuk berlayar itu pakai bermesin, entah dimana lagi orang harus belajar. Tidak ada. Sebuah kemungkinan yang (hampir) pasti tidak ada.

    Setelah mengurus kapal di pagi hingga siang di Bantilang (baca: pembuatan perahu) Pak Najib, Horst tertarik dengan ketekunan Sakkar dalam bekerja saat berada di Perla Anugerah Ilahi dan pemahamannya yang cukup baik tentang perahu dan laut. Horst yang tentunya ahli mengenal potensi Sakkar menawarkan untuk bergabung. Sakkar memang sangat berminat karena sebenarnya dunianya memang laut ditambah lagi dia sebenarnya pernah bertemu Horst pada Pelatihan Pelestarian Pinisi diadakan oleh Balai Pelestarian Kebudayaan XIX Sul Sel dan Tenggara pada Maret 2024 di Bira dan telah sedikit banyak tahu latar belakang Horst melalui kabar mulut dan berselancar di internet.

    Tapi entah mengapa, tiba tiba saja, Sakkar bilang ‘Saya pikir-pikir dulu’.

    Sakkar mengalami konflik bathin dihadapkan pada pilihan antara melaut bersama Horts dkk atau tetap belajar Bahasa Inggris di darat.

    Di satu sisi, dia sadar betul bahwa peluang berlayar seperti di atas super langka ditambah lagi, dia sangat percaya bahwa ilmu dan pengalaman melaut yang dimiliki Horst dan beberapa orang seperti Ridwan Alimuddin dan Guswan adalah matang dalam mengelilingi lautan luas. Dia paham betul bahwa banyak ilmu baru yang bisa diperoleh dari nama nama orang orang penting disebut di atas yang reputasinya telah melayarkan perahu Pa’dewakang tanpa mesin ke Australia dan punya segudang pengalaman berlayar.

    Di sisi lain, Sakkar merasa akan banyak ketinggalan pelajaran bila kehidupannya kembali di laut, setidaknya itulah pemikirannya saat ini. Ini karena dia telah cukup mengerti peta pelajaran Inggris dan ingin memahaminya sebelum kembali ‘terjun bebas’ di laut. Dia telah menetapkan  target untuk menjadi orang yang mahir berbahasa asing dalam waktu tertentu dan ditambah lagi dirinya telah berhasil mengembangkan bakat dalam dunia literasi. Beberapa buku yang cukup serius telah dia selesaikan. Terdapat sebuah rencana yang cukup matang tentang rancangan hidup masa depan yang cerah tertancap baik dalam kepalanya.

    Untungnya, rencana pelayaran Perla Anugerah Ilahi ini ada dalam sebulan atau beberapa bulan saja sehingga peluangnya untuk memahami ilmu pelayaran tanpa mesin terbuka lebar.

    Horst memberikan waktu beberapa hari buat Sakkar untuk memilih jalan terbaik.

    Pemahaman penulis, tinggal cerdas cerdas saja memanfaatkan waktu. Horst itu kan orang bisa bahasa Konjo, Indonesia, Inggris, Jerman sebagaimana negeri asalnya dan entah bahasa apa lagi. Semua itu berharga. Kalau cuma urusan bahasa, pastilah banyak istilah istilah baru yang bermunculan selama dalam pelayaran. Saat berlabuh, itu bisa dikaji secara detail dan dijadikan minimal kumpulan jadi buku saku istilah berdasarkan pengalaman pelayaran Pinisi.

    Selamat merenung Sakkar dalam menentukan langkah ke depan. Rumahmu yang di tepi laut itu dimana tempat bermainmu adalah laut menawarkan pandangan luas, terlihat tanpa batas. Bahkan, sebegitu luasnya laut itu seolah bersambung ke langit. Alam tempat kelahiranmu itu cukup membantu berpikir terbuka untuk membuktikan bahwa anak pelaut Turungan Beru, bisa juga. Dan itu memang bisa. Toh, nenek dan kakek moyangmu, pelaut.

    Zulkarnain Patwa
    * Pengajar Bahasa Inggris di Rumah Belajar Bersama
    * Pemerhati Pinisi

  • Petualangan Gadis Spanyol di Sulawesi Selatan. Part 1

    Petualangan Gadis Spanyol di Sulawesi Selatan. Part 1

    Keinginan untuk mengenal dunia luas ini membuat manusia berani untuk melangkah. Natalia, seorang pemudi periang dari Bilbao, Spanyol berkunjung ke Bira. Seorang diri berkeliling tanpa ada rasa takut sedikit pun yang terpancar di wajahnya. Alasannya sederhana. Kebaikan berbalas kebaikan. Tak heran, dia suka tersenyum yang membuatnya mudah diterima kemana pun dia pergi.

    Sebagai seorang pelancong, Natalia suka berjalan kaki sepanjang kawasan wisata Bira. Ia menemukan pantai yang sangat indah, airnya yang sangat jernih dan hangat, sesuatu yang sangat berbeda dengan di pantai utara di Spanyol yang dingin. Pantai Bira itu berpasir putih yang cukup bersih dimana hal itu dia tidak temukan di tempat dimana dia tinggal. Pantai juga menawarkan ketenangan karena tidak ramai tidak seperti di Bali yang penuh keramaian.

    Itulah mengapa Natalia betah dan memilih untuk tinggal selama seminggu. Sebagai konsekuensinya, dia akan lebih banyak menikmati diri bermandikan matahari di pantai dan jalan-jalan melihat pepohonan rindang yang tumbuh liar di atas batu karang dan sesekali beruntung melihat monyet-monyet berekor pendek khas sulawesi selatan dikenal dengan istilah Macaca Maura, keluar dari hutan semak-belukar mencari makanan ke daerah pemukiman tanpa pernah mengganggu manusia. Sedikitnya, itu menjadi nilai tambah yang jarang terpublikasikan ke media sebagai bagian dari objek wisata. Dia tertarik dengan semua itu. ‘Bila tidak, dengan segera dia akan pergi’, katanya.

    Natalia pun juga sempat berkunjung di Kajang dimana kehidupannya masyarakatnya menyatu dengan alam. Dia sangat tertarik melihat cara hidup orang-orang Kajang yang sungguh berbeda dengan membandingkan kehidupan di Eropa yang serba modern dimana hal ini tidak bisa ditemukan di Eropa. Menurutnya, beberapa tempat di Indonesia kehidupannya modern tapi beberapa tempat hidup dengan cara tradisional seperti di Kajang.

    Kesannya. Natalia harus berjalan dengan kaki telanjang tanpa sendal atau sepatu memasuki kawasan adat Kajang di Amma Toa yang membuatnya kesakitan untuk berjalan karena semua orang yang masuk tidak boleh memakai alas kaki guna sebagai bagian mendekatkan diri kepada alam. Hal ini untuk mengingatkan bahwa manusia terlahir dari tanah dan akan kembali ke tanah. Rasa sakit yang jarang dialami Natalia ini membuatnya punya ingatan panjang namun itu seolah terobati saat dia melihat anak-anak berjalan kaki dengan riang gembira dan berjalan dengan cepat, tanpa beban sama sekali. Itu manakjubkan!

    Di kawasan Amma Toa, Orang-orang terlihat bahagia menjalani kehidupannya masing-masing karena tiap orang berhak punya pilihan. Bagi yang ingin hidup tanpa peralatan seperti listrik, mesin, handphone dan segala peralatan modern, bisa tinggal menetap di kawasan. Tapi bila ingin kehidupan modern, silahkan keluar dan saat mereka ingin kembali, segala kehidupan modern itu harus ditinggalkan. Begitulah Amma Toa bersama rakyatnya menjaga kelestarian alam ini.

    Maka tidaklah mengherankan, senyum sumringah biasa kita temukan terpancar dari wajah-wajah orang desa karena selain mereka hidup dengan penuh kesederhanaan tanpa banyak kepentingan materi atau kekuasaan, mereka juga menyakini bahwa hubungan baik sesama manusia itu perlu dijaga agar manusia dapat hidup di alam ini dengan bahagia.

    Natalia sempat mengunjungi rumah Amma Toa, Sang Kepala Adat yang rumahnya yang berlantai dan berdinding dari bambu dan bertemu. Karena orang-orang Kajang berpakaian hitam dan tiap pengunjung juga wajib berpakaian hitam menarik perhatian Natalia untuk bertanya. ‘Mengapa orang-orang berpakaian hitam?’, tanya Natalia.  Amma Toa mengatakan, ‘Ketika manusia lahir, semuanya yang dia lihat hitam.’ Warna adat Kajang ini juga sebagai bentuk persamaan dalam segala hal; kesederhanaan, kekuatan dan persamaan derajat manusia di hadapan Sang Pencipta.

    Sisi lain yang mengagumkan buat Natalia saat bertamu ialah sebuah keluarga dari pulau Kalimantan jauh-jauh berkunjung agar berkenan diobati oleh Amma Toa. Baginya, itu mengagetkan melihatnya secara langsung karena itu sepertinya tidak ditemukan Natalia di negaranya. Sebenarnya, bagi masyarakat Sulawesi Selatan, pengobatan tradisional disertai dengan ramuan dedaunan adalah tradisi yang bertahan lama. Pilihan rakyat ke Amma Toa karena dipercaya bahwa Amma Toa adalah orang yang tidak banyak tergantung pada kehidupan materi dimana doa-doanya membuat pintu langit lebih mudah terbuka untuk diterima oleh Sang Pencipta.

    Yang terakhir dikisahkan oleh Natalia adalah kunjungannya di Sulawesi Selatan adalah Rantepao di Tanah Toraja. Dia turut serta pada acara kematian.  Dia menemukan makna bahwa semakin banyak kerbau yang dikorbankan untuk orang yang meninggal, semakin baik juga kehidupan orang yang telah meninggal tersebut di alam baka. Sisi lain adalah power. Orang yang punya status sosial di masyarakat yang tinggi merasa perlu melakukan pengorbanan yang lebih besar.

    Acara ini melibatkan banyak orang dan layaknya pesta yang panjang. Bersama dengan masyarakat setempat, Natalia juga turut diajak bergabung menikmati makanan dan ditawarkan untuk mencicipi beragam menu yang tersedia. ‘Coba ini, coba itu’, kata orang. Dan itu adalah keramahtamahan penduduk lokal dalam menyambut para tamu.

    Dibalik itu, hal utama yang Natalia pikirkan tentang bagaimana orang orang Toraja memberi penghargaan kepada orang meninggal. Seperti kebanyakan orang-orang di dunia, orang meninggal itu dikubur sedangkan di Toraja tidak dikubur. ‘Kita manusia tidak melupakan tapi tidak melihatnya lagi. Itu sulit membayangkan bagaimana orang yang meninggal dikeluarkan dan dibersihkan sebagaimana orang-orang lakukan di Rantepao’, terangnya. Bila saja kejadian ini terjadi pada keluarga Natalia, ‘Saya tidak pernah membayangkan bagaimana saya membersihkan ibu saya’, tambahnya.

    Begitulah keragaman budaya itu berlaku. Perbedaan itu terus terbentang di sepanjang jalan kehidupan. Mari kita simak yang berikutnya. Toraja juga terkenal dengan bangunan rumahnya yang unik. Awalnya Natalia berasumsi bahwa rumah itu kecil sebagaimana yang dia lihat melalui foto namun pada kenyataannya itu adalah rumah yang besar yang mempunyai seni arsitektur yang khas berbeda.

    Begitulah! Betapa pentingnya manusia terus bertebaran di muka bumi agar dapat menambah pengetahuan dan pengalaman yang terkadang tidak semuanya tertera di dalam buku-buku. Kemampuan beradaptasi sebagaimana yang dilakukan Natalia gadis petualang berusia dua puluh empat tahun yang selalu tersenyum manis layaknya orang Indonesia yang ramah dan dengan pemikiran terbuka patut diikuti. Layaknya pepatah Melayu, ‘Dimana langit dijunjung, disitu bumi dipijak.’ And Natalia did it well.

    Zulkarnain Patwa
    Pengajar Bahasa Inggris di Rumah Belajar Bersama

    * Note: Tulisan ini berdasarkan hasil wawancara podcast di Villa Malomo, Bira, Sulawesi Selatan pada Rabu, 14 Agustus 2024. Video menyusul.

  • Dari Pantai ke Pantai

    Dari Pantai ke Pantai

    Deru ombak sudah seperti alunan musik yang selalu menyenyakkan tidur. Bermain pasir? Ah, jangan ditanya. Membuat rumah, gundukan pasir yang tidak pernah selesai karena tersapu terus oleh ombak. Bahkan masa kecil penulis biasa membuat lubang lalu ditimbun pasir yang menyisakan bagian wajah saja agar hidung masih bisa menghirup oksigen. Kebiasaan ‘dikubur pasir’ ini tak pernah berhenti hingga saat ini karena kami mengajak anak-anak juga melakukan hal yang sama.

    Adakah yang berbeda dengan pantai lain? Pastilah. Setiap pantai memiliki karakter masing-masing. Perbedaan inilah yang merangsang kita untuk selalu memantapkan langkah menuju pesisir yang berlainan. Apalagi kalau pantai yang sangat terkenal.

    Pantai Kuta, Sanur, Melasti dan Uluwatu misalnya sudah punya nama besar sehingga membuat semua orang penasaran ingin menyusuri setiap bagian dari pantai tersebut.
    Rasa-rasanya tidak sah jika tidak menginjakkan kaki saat secara kebetulan kita berada di Bali.

    Pantai yang ada di Bali memiliki keunikan tersendiri. Pasir yang tidak tersentuh air laut berwarna putih kecoklatan sementara yang tersapu air laut berwarna hitam. Hitam sekali dan halus. Demikian juga kemirigannya. Rata-rata miring sehingga jika air laut pasang, ini menyulitkan orang yang tidak bisa berenang mendekat ke pantai. Namun, ombak yang besar menjadi syurga para pencinta olahraga raga surfing. Kecuali Uluwatu, keindahan pantai itu hanya bisa disaksikan dari atas.

     

    Biaya yang dikeluarkan jika berkunjung termasuk murah. Pantai Sanur hanya kenakan biaya parkir Rp. 5000 per mobil. Pantai Melasti Rp. 7.000 per orang termasuk parkir mobil. Pantai Kuta malah gratis. Sedang Uluwatu dikenakan parkir Rp. 2000 per mobil ukuran sedang dan bus besar Rp. 5.000. Retribusi masuk Rp. 30.000 per orang dan disediakan kain khas Bali warna ungu dan selendang kuning yang diikatkan di bagian perut.

    Itulah Bali. Permainan ‘dikubur pasir’ memang tidak berubah dari waktu ke waktu tapi setiap berkunjung di waktu yang berbeda selalu ada pengembangan baru yang dibangun untuk memuaskan para wisatawan.

    Fatmawati Patwa
    Pemerhati Pantai


  • Pilihan yang Unik

    Pilihan yang Unik

    Saya tidak tahu membaca. Itulah ungkapan Faika saat awal awal bergabung di kelas English. “Faika kelas berapa?” tanya guru.”TK”, jawabnya polos.

    Sebenarnya, Faika tidak akan mungkin kami terima bila ia masuk kelas umum (berbayar). Ia perlu masuk kelas Baca Tulis Hitung lebih dahulu. Tapi karena Rumah BelajarBersama memberikan beasiswa belajar selama tiga bulan melalui jalur prestasi kepada tiap orang yang juara tingkat provinsi, Faika mendapatkan tiket ini. Ia pernah meraih juara karate pada kumite tingkat INKAI Sulawesi Selatan. Dan pilihannya yang unik kelas Bahasa Inggris menjadi tantangan tersendiri.

    Otak penulis langsung cari solusi. Penulis berkreasi sebisa mungkin membuat kosa kata English sederhana dalam bentuk praktek gerakan semisal parts of the body (bagian bagian dari tubuh), games, songs dan banyak lagi. Faika dan rekan rekan kelas menikmatinya karena dunia belajar serasa bermain saja. Bagi yang sudah bisa menulis lebih senang karena alasannya tidak capek mencatat. 😀

    Namun ini tidak berlangsung lama. “Nulis, nulis, nulis”, katanya serentak. Rupanya mereka penasaran apa tulisan Inggris itu. Perlahan tapi pasti, buku Bahasa Inggris pun berlaku.

    Untuk menyelematkan Faika yang belum lancar bacaan Indonesia bisa diberi bacaan cerita bergambar saat waktu senggang. Itulah inisiatif yang dilakukan sukarelawan pengajar Widya Astuti dan kawan kawan kepada Faika. Kadang Faika bawa buku sendiri dari rumahnya. Bila tidak, buku buku anak banyak di perpustakaan dan ia pilih sendiri buku yang ia suka.

    Waktu berjalan. Faika sekarang telah punya keberanian untuk membaca dalam Bahasa Inggris. Keep on studying Faika. Engkau telah melangkah jauh menembus banyak kemustahilan untuk ukuran anak anak seusiamu. Happy study!

    Zulkarnain Patwa
    Pengajar Rumah Belajar Bersama
    Bulukumba, Kamis 8 Juni 2023
    _______________

    Berikut ini bacaan Faika pada English yang dipandu oleh Miss Widya.

    https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid0HmF9rEgKhUhLrxWG6CaWdyhi4CY5djGaxeKNeJmkFsFMnpexRVp33xoU4CDPrFh2l&id=100023984421500&mibextid=Nif5oz

  • Niat dan Usaha yang Kuat

    Niat dan Usaha yang Kuat

    Usaha memang tidak berkhianat. Salfah telah mampu membaca lebih baik. Pada awalnya, lidahnya sangat sulit bicara Inggris. Apa yang ia ucap kebanyakan serba salah. Kakaknya sendiri, Muthiah enggan menemaninya latihan bicara karena sering salah ucap.

    Penulis tertawa dan menjadi pasangan dialognya. Setelah beberapa pertemuan, dari pancaran mata, penulis mengerti bahwa Salfah ini punya semangat belajar yang sangat tinggi dan tidak gampang menyerah. Ia pun sama sekali tidak benci pada ledekan Muthiah dan rekan rekan kelas lainnya tapi malah jadi motivasi untuk bisa sebagaimana rekan rekannya yang sudah bisa lancar dan cepat membaca.

    Sekarang, Salfah telah dapat berbicara dengan lebih baik. Ia pun telah dapat mengerti arti bacaan.

    Zulkarnain Patwa
    Pengajar Rumah Belajar Bersama

    Bulukumba, Kamis, 8 Juni 2023

    ——————————-

    Berikut ini adalah latihan Salfah.

    https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid0fP5yGJRv9jR3SUTjPEgKdXiEf632tfrdEYbwEvaKNnn97exnLVorsiN3iHJXh4u6l&id=100023984421500&mibextid=Nif5oz

     

  • Membiasakan Anak Anak pada English

    Membiasakan Anak Anak pada English

    Anak ini adalah Faiha Rahman, salah satu dari sekian banyak anak yang sangat berbakat dalam Bahasa Inggris. Ia masih kelas 1 di SDN 24 Salemba, Bulukumba, Sulawesi Selatan tapi selalu angkat tangan untuk memimpin kelas dalam latihan bicara.

    Andi Alodia yang punya kemampuan Basic English yang sangat baik dan kini sedang berlatih menjadi pengajar dengan sangat baik membantu Faiha melakukan dialog Berbahasa Inggris. Tak lupa, Alo pun berinisiatif merekam (link video terdapat di bawah).


    Penulis berpikir bahwa anak anak seumuran Faiha itu punya peluang lebih cerdas berbahasa asing. Penulis sendiri baru belajar Bahasa Inggris sejak kelas empat SD. Itu pun tidak terstruktur, suka suka saja. Keunggulannya, ayah penulis memang pandai berbahasa Inggris dan Arab sehingga banyak buku buku asing yang bertebaran di rumah yang membuat penulis hampir tidak terbiasa menghapal kosa kata Inggris. Cukup dengan membaca saja, wawasan tentang dunia luar otomatis bertambah. Sayangnya, grammar (tata bahasa) penulis waktu itu tidak terstruktur. Nanti setelah agak sedikit dewasa baru mengerti bahwa apa yang penulis artikan semasa anak anak sebagian terbalik balik artinya. 😀

    Bila Faiha dan anak anak semurannya terbiasa dengan buku ditambah dengan pemahaman struktur tata bahasa yang baik, tentu itu akan mempunyai loncatan belajar yang lebih berarti. Namun agar ia dapat tetap menikmati kelas belajar, tentunya struktur tersebut harus disesuaikan dengan tingkat kemampuannya memahami materi.

    Kita biarkan saja anak anak membaca tanpa perlu banyak peduli dengan grammar dengan syarat apa yang dibaca harus dipahamkan artinya agar pemahamannya tidak terbalik balik seperti masa kecil penulis.

    Bila begitu, bakat, kepercayaan diri dan mental kepemimpinan yang dimiliki Faiha dan anak anak lainnya akan berkembang pesat dan ilmu yang bermanfaat akan tersebar lebih maksimal di sekitar kita.

    Zulkarnain Patwa
    Pengajar Rumah Belajar Bersama

    * Anda dapat menonton latihan dialog Faiha Rahman bersama Andi Alodia di sini:
    https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid02UdH1nCqz2m9ELyVbyqZ4pLHzNBbCLNCWJovgbDRBkwdroovkAFqHp6VYtibidvL7l&id=100023984421500&mibextid=Nif5oz

  • Hayalan yang Benar Berbasis Fakta

    Hayalan yang Benar Berbasis Fakta

    Andi Widya Maulidyah kini relatif tidak mendapatkan masalah yang berarti pada materi conditional sentences (terjemahan bebas: kalimat menghayal) mulai dari type 1, 2 dan 3, progressive (sedang berlangsung) dan basic mixed time (dasar percampuran waktu) yang baru saja ia pelajari. Hal ini karena ia menikmati, paham dan menuntaskan ribuan latihan tingkat Basic dan Pre Intermediate.

    Kualifikasi yang bagus tersebut membantu Widya untuk dapat berpikir logis sehingga penjelasan yang diberikan dapat secara cepat ia kembangkan sendiri.

    Ya, kalimat kalimat conditional sulit dijelaskan dalam Bahasa Indonesia karena tense (waktu dalam suatu kejadian pada kalimat) dalam Bahasa Indonesia agak berbeda dengan Bahasa Inggris. Widya terselamatkan oleh pemahamannya yang utuh tentang tenses yang secara apik telah diajarkan oleh Rifa’atul Mahmudah . Tenses inilah sebagai senjata pamungkas yang akan gunakan hingga sub materi adverbial clause ini tuntas.

    Lalu, apa menariknya conditional sentences ini?

    1. Kata ‘akan’ untuk dijelaskan kejadian di masa akan datang dapat digunakan untuk masa lampau. Makna dapat dipahami di conditional dan struktur dipahami pada past future tense.

    2. Pendalaman tense terdapat pada two-concept event tidak mempertemukan waktu lampau (past) dan present (saat ini) dalam kalimat. Pada mixed time pada conditional, kalimat lampau dan saat ini dapat bertemu dalam satu kalimat yang dikenal dengan istilah effect.

    3. Kalimat hayalan dan fakta saling terhubung dan punya kerangka struktur dan makna yang logis. Kalimat berbasis fakta dapat diolah menjadi kalimat menghayal dan kalimat menghayal pun punya basis fakta.

    Sebagai tindak lanjut, soal soal TOEFL (Test of English as a Foreign Language) atau IELTS (International English Language Testing System) yang berhubungan dengan materi di atas akan diturunkan untuk menguji dan membuktikan tingkat kemajuan belajar. Apakah hayalan ini benar? Kita nanti nanti saja faktanya di masa akan datang.

    Zulkarnain Patwa
    Pengajar Rumah Belajar Bersama

    Bulukumba, Jum’at 9 Juni 2023

    * Siaran langsung menjawab soal Widya secara lisan pada conditional using progressive forms di sini:

    https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=799797701714089&id=100023984421500&mibextid=Nif5oz