Sore hari dimana semua kelas Bahasa Inggris berkumpul dalam satu ruangan karena mendapat kunjungan surprised dari Charline Jeuland and India Gegu dari Prancis. Senyum manis, tawa lepas dan keramah-tamahan pelajar Indonesia membuat kedua orang Eropa ini terpengaruh dengan penyebaran energi positif tersebut yang membuatnya merasa bahagia.
Pada diskusi, terlebih dahulu penulis menyampaikan sedikit pengantar bahwa tidak perlu menerangkan nama lengkap saat berkenalan karena para tamu kesulitan mengingat nama lengkap. Cukup pakai nama panggilan saja. Dan kemudian, setelah kenalan, sampaikan pendapat dan bertanya lah.
Dan ternyata pertanyaan pertama datang, “What is your name?”, tanya Filzah setelah memperkenalkan diri. Jeuland dan India pun mengerti bahwa penyebutan nama dan tulisan itu berbeda pada orang yang berbeda bahasa. Oleh karena itu, mereka berinisiatif menulis nama masing-masing di papan tulis. Ini sangat membantu menyelaraskan pikiran para pelajar dengan apa yang telah terucap.
Selangkah kemudian, Jeuland dan India tahu betul cara mengakrabkan suasana. Tiap orang mendapat pertanyaan, “What is your name and how old are you?”. Trik ini cukup efektif membuat peserta yang kebanyakan masih Basic English untuk berbicara. Bila terdapat salah pengucapan dibalas dengan tawa bersama. Dan ketika pertanyaan berbalik tentang umur, kedua orang barat ini tidak merasa tersinggung sedikit pun dan dengan senang hati menjawab hal-hal privasi yang selama ini dianggap tabu bagi orang yang baru berkenalan.
Mengetahui bahwa kebanyakan pelajar berumur belasan tahun, Jeuland and India membuat games yang membuat keramaian pecah dengan seruan “Yeaah!” sebagai tanda sepakat. Tebak kata berisi enam huruf harus diisi. Sekitar tiga menit, para pelajar berpikir dan menemukan bahwa itu adalah “France”. Kesuksesan itu disambut tepuk tangan yang meriah.
Tantangan yang lain pun diberikan sembari memberi semangat bahwa mereka akan dapat hadiah. Karena tidak sedang berada di dalam ruangan, penulis tidak tahu apakah para pelajar tersebut menjawab benar atau tidak. Namun yang jelas, Jeuland menitipkan kartu Uno yang menurutnya ‘world game’ untuk para pelajar. Sebuah dukungan yang sangat bagus untuk menciptakan kelas belajar yang menyenangkan.
Menjelang akhir acara, hampir seluruh pelajar berinisiatif untuk mengikat makna pertemuan ini dengan yang menyodorkan buku cetak, buku tulis dan bahkan lembaran kertas selembar untuk ditandatangani atau diberi sedikit kata-kata mutiara. Semua permintaan tersebut dilayani dengan baik oleh Charline dan India.
Refleksi untuk Kemajuan Pendidikan
Dari pertemuan singkat tersebut, penulis menggaris bawahi beberapa hal:
- Kebanyakan para pelajar masih malu untuk berpendapat saat berada dalam pertemuan betapa pun beberapa diantara mereka sebenarnya telah punya kemampuan yang baik untuk berbicara. Tugas untuk membiasakan para pelajar berekspresi dan berpendapat dengan terbuka bukan sekedar tanggung-jawab lembaga pendidikan informal tetapi memang perlu dibentuk dari lingkungan terdekat seperti keluarga dan sekolah karena di tempat tersebut waktu mereka lebih banyak tergunakan.
- Sebenarnya setiap orang punya pendapat. Hanya saja banyak pelajar memilih diam dan mau jadi pendengar yang baik saja. Ada rasa khawatir akan diejek bila salah bicara. Hal lain yaitu demam panggung. Solusinya, pembiasaan untuk pertemuan yang sifatnya dialog yang berisi tanya jawab perlu ditumbuhkembangkan.
- Para pelajar bukan sekedar dilatih untuk menjawab soal tapi juga dilatih membuat pertanyaan. Jika sering bertanya, tentu mereka akan mencari jawaban dengan dialog atau berpikir sendiri. Dan dari jawaban, akan muncul pertanyaan lagi. Begitu seterusnya. Dengan demikian, rasa ingin tahu semakin tinggi yang dapat menjadikannya menjadi pembelajar sepanjang masa.
- Pengembangan wawasan melalui gerakan literasi. Para pelajar perlu terbiasa membaca buku baik sumbernya dari dalam negeri dan luar negeri. Buku buku tersebut tidak perlu ditekankan pada pelajaran sekolah karena itu sudah wajib mereka baca. Hal ini bisa dimulai dari buku yang sesuai minat dan bakat.
Untuk menemukannya, para pelajar dapat mendekatkan diri pada perpustakaan pemerintah maupun swasta. Lebih bagus lagi bila tiap bulan mengagendakan beli buku untuk kebutuhan pribadi agar lingkungan sehari-hari di rumah dikeliingi oleh buku-buku. Hal ini sekaligus mengingatkan penulis pada seorang filsuf Prancis, Marcus Tilius Cicero, “A room without books is like a body without soul—Sebuah ruangan tanpa buku buku seperti tubuh tanpa jiwa”.
- Membuat grup pertemuan yang membahas tentang bedah buku sesuai dengan minat dimana setiap orang memperoleh kesempatan menyampaikan isi pikirannya, pengalamannya dan lainnya.
Dengan demikian, kunjungan dengan orang dari berbagai macam negeri ke tempat belajar kita tentu akan lebih semarak karena para pelajar kita telah mempersiapkan diri lebih baik dan telah mempunyai bahan pembicaraan yang lebih berkwalitas. Ini akan menjadi surprised tersendiri juga bagi para tamu mancanegara yang berkunjung ke lembaga pendidikan.
Bulukumba, 4 Oktober 2023
Zulkarnain Patwa
Direktur Rumah Belajar Bersama