Pengaruh Pendidikan pada Kemerdekaan Indonesia

Bulukumba, RBB (19/8)—Penderitaan rakyat Indonesia yang sangat tinggi membuat Ratu Wilhelmina mengeluarkan kebijakan Politik Etis pada 1901 yang berisi 3 (tiga) hal:

  1. Irigasi (pengairan). Membangun dan memperbaiki bendungan untuk pertanian
  2. Transmigrasi. Perpindahan penduduk dari daerah yang padat ke daerah sedikit penduduk.
  3. Pendidikan bagi pribumi.

Tulisan kali ini hendak membahas poin nomor 3 yaitu pendidikan. Untuk itulah, Belanda mendirikan:

  1. SD terdapat HIS (Hollandsche Inlandsche School) dikhususkan bagi pribumi yang kaya.
  2. SD terdapat ELS (Europesche Lager School) dikhususkan bagi warga Belanda dan anak pembesar pribumi.
  3. SMP bernama MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs).
  4. SMA bernama AMS (Algemeene Middelbare School).

Untuk lanjutan ke perguruan tinggi:

  1. STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen) yang menjadi Universitas Indonesia.
  2. Technische Hoogeschool te Bandoeng yang menjadi ITB (Institut Teknologi Bandung).
  3. STOVIT (School tot Opleinding van Indiche Tandartsen) yang menjadi UNAIR (Universitas Airlangga) di Surabaya.
  4. Sekolah pertanian (Landbouw Hogesschol) yang menjadi IPB (Universitas Pertanian Bogor).

Dari sini lah intelektual Soerkarno dan kawan-kawannya lahir. Namun patut diingat bahwa banyak juga pribumi yang kuliah ke Belanda seperti Bung Hatta, H. Agus Salim, Mohammad Natsir, Sutan Sjahrir dan lainnya. Mereka banyak berkenalan dengan pemikiran nasionalis, sosialis komunis. Adapun pemikiran Islam itu berkembang dari tradisi pesantren yang sudah tertanam kuat selama ratusan dimana para ulamanya pernah belajar di Universitas Al Azhar Mesir dan atau naik haji ke Mekkah yang kemudian bertemu dan berdialog dengan berbagai macam inteketual islam dari segala penjuru dunia.

Tokoh-tokoh yang super handal tersebut di bawah pimpinan Soekarno Hatta dkk mampu membaca peta politik perang Dunia II dan menemukan momentum yang paling tepat untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Mereka bersama rakyat mampu menyatukan perbedaan paham dan mempertahankan kemerdekaan.

Mempertahankan Kemerdekaan dengan Darah dan Diplomasi

Pada Nopember dan Oktober 1945, sekutu—Inggris, Belanda dan kawan kawannya yang ditafsirkan sebagai pemenang Perang Dunia II—hendak kembali menjajah Indonesia melalui Surabaya, rakyat bersatu berperang hingga titik darah penghabisan bermodalkan senjata serahan Jepang yang telah bertekuk lutut di telapak kaki sekutu karena bom atom. Peralatan senjata rakyat tentu yang kalah canggih dibanding senjata lebih modern sekutu yang di back up oleh pesawat tempur. Namun doktrin kemerdekaan telah mendarah daging. Penjajahan tidak boleh kembali. Pilihannya merdeka atau mati. Darah tumpah dan ribuan nyawa berguguran. Rakyat yang masih hidup, mengungsi ke desa.

Di tingkatan elit, biarpun Soekarno Hatta ditangkap pada 19 Desember 1948 di Yogyakarta, proklamator ini tidak kehabisan akal mengeluarkan taktiknya. Sebelum Gedung Agung (baca: Istana Presiden Yogya) dikepung, Seokarno telah menyerahkan mandat kekuasaan kepada Syafruddin Prawiranegara (Alumnus pendidikan di Rechtshogeschool Sekolah Tinggi Hukum. Saat ini Fakultas Hukum Universitas Indonesia). Jadi perjuangan emerdekaan tidak terhenti biarpun keduanya tokoh besar ini harus gugur.

kekejaman Belanda di berbagai macam daerah menimbulkan citra buruk di mata internasional memaksanya duduk di meja perundingan. Ditilik dari segi politik, Amerika Serikat (AS) yang bagian dari komplotan sekutu mendukung Soekarno Hatta yang beraliran nasionalis karena AS sangat khawatir komunis akan menguasai Indonesia. Dengan menyerahkan kekuasaan pada kelompok nasionalis, AS yang menjadi corong utama kapitalisme ini dapat menghindari efek domino komunisme menguasai Asia Tenggara. Perundingan terakhir dikenal dengan KMB (Konfrensi Meja Bundar) di Ruang Tahta Istana Kerajaan di Den Hag, Belanda pada 27 Desember 1949, tanggal dimana Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Baru setelah tahun 2005, Belanda mengakui 17 Agustus 1945.

Tambahan, hal yang tidak diketahui banyak orang pada KMB ini Indonesia menyepakati warisan utang sebesar 4,3 miliar gulden atau setara 1,13 miliar dollar Amerika kala itu.

Zulkarnain Patwa

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *