Kategori: Uncategorized

  • Sekilas tentang Kampung Belajar

    Sekilas tentang Kampung Belajar

    Sekelompok kecil para pelajar SD, SMP dan SMA yang bergabung di Kampung Belajar selama liburan sekolah ini percaya bahwa Bahasa Inggris dapat membangun cita citanya tinggi. Ada yang mau jadi guru, dokter dan bahkan mau kuliah ke keluar negeri. Mereka datang dengan penuh semangat untuk belajar memahami setiap materi yang penting dan mereka yakini sangat berguna untuk masa depannya.

    Perbedaan umur atau jenjang sekolah bukanlah kendala untuk membuatnya bersatu dalam satu ruangan. Maklum, semuanya masih tergolong pemula dari segala tingkatan. Itu bagus karena tidak ada yang paling menonjol sehingga para pelajar ini saling berlomba untuk paling cepat memahami pelajaran di luar kepala. Yang lebih dahulu mengerti dan punya keberanian angkat tangan, dialah yang mendapatkan rekaman biasa ataupun siaran langsung, sebuah strategi agar mereka mau belajar serius dimana tiap pelajar tidak ingin tampil buruk di depan kamera. Lagi pula, tidak ada proses editing. Dalam dua hari, tidak ada satupun yang gagal membuat conversation (percakapan) tanpa teks. Itu berarti mereka mampu mengingat bahan pembicaraannya.

    Pada kelas Reading (Bacaan), mereka diminta membaca buku cerita dengan suara nyaring, memahami isinya dan menjawab soal-soalnya. Ini berguna untuk kebutuhan akademik dan penguatan budaya literasi. Kita ingin kemampuan berbicara Inggris dan membaca buku buku inggris dijadikan alat untuk mendapatkan pengetahuan dan mengakses informasi tertulis.

    Kelas grammar (tata bahasa) yang merupakan momok bagi para pelajar Indonesia sudah dapat ditebak. Mereka benar-benar pemula juga dan masih belajar menentukan kata benda (noun) yang tunggal dan jamak, adjective (kata sifat) dan adverb (kata keterangan) serta bagaimana kata kerja berlaku pada sebuah subjek. Dan setelah mereka mengerjakan latihan, Basic Grammar tersebut dibaca kembali disertai rekaman video dan dibuat contoh percakapan agar apa yang telah diikat dengan tulisan lebih mahir diucapkan.

    Kelas pronunciation (pengucapan) pun punya daya kesan tersendiri. Mereka disadarkan bahwa salah ucap mengakibatkan salah makna. Bagaimana mengucapkan kosa kata yang mirip dengan benar? Misal set vs sat, feel vs fill dan green vs grin dan masih banyak lagi. Mereka diberitahu arti pada perbedaan kata tersebut yang membuatnya jadi lebih peduli untuk fasih dalam berbicara.

    Conversation, Reading, Grammar dan Pronunciation pada Kampung Belajar ini dibuat saling terhubung erat. Semua kelas jadi penting. Enam kali pertemuan belajar dengan sedikitnya menghabiskan waktu sembilan jam dalam sehari itu benar-benar dimanfaatkan secara maksimal. Terdapat waktu yang cukup bila ada pelajar untuk review bagi yang mengalami kesulitan ataupun ingin pendalaman materi lebih lanjut.

    oppo_2

    Liburan sekolah memang tidak membawa mereka pergi jalan-jalan sebagaimana orang lain yang punya kesempatan. Mereka berlibur di kampung halamannya dengan menikmati dunia belajar yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Kesenangan tentu mengiringi karena materi hanya dapat dilanjutkan bila dimengerti. Di Kampung Belajar ini, selama mereka tekun dan berjuang dengan sungguh-sungguh, tidak ada alasan yang cukup untuk untuk tidak mengerti. Guru-guru kelasnya pun tergolong berpengetahuan luas dan berpengalaman belajar dan mengajar di Kampung Inggris Pare Kediri Jawa Timur dan sarjana di universitas.

    Sebuah kombinasi yang apik untuk mewujudkan cita-cita pada pelajar dan target Rumah Belajar Bersama (RBB) yang memilih mengedepankan kwalitas sumber daya manusia dalam mendidik para pelajar. Di sinilah, kita meramu pelajar SD, SMP dan SMA saling mendukung untuk mewujudkan cita-cita yang tinggi tersebut. Demikian sekilas tentang Kampung Belajar, 2025 di Bulukumba, Sulawesi Selatan, Indonesia.

    Zulkarnain Patwa
    * Pemerhati Pendidikan

  • Sang Peraih Medali Perak SEA GAMES Thailand

    Sang Peraih Medali Perak SEA GAMES Thailand

    Nur Azizah Patwa, sekali lagi menorehkan prestasi yang luar biasa. Waktu kecil, dia tidak pernah memimpikan ini. Menjadi atlit berprestasi dan mempersembahkan medali pada event terbesar Asia Tenggara buat Indonesia. SEA GAMES.

    Perjuangannya untuk menjadi atlit sampai ke titik ini sangatlah besar. Harus rela mengorbankan bobot tubuhnya yang berlebih agar bisa mencapai berat ideal seorang atlit.

    Pelatihnya dulu katanya, sempat menawarkan kepada Pengurus olahraga Makassar untuk memperkuat tim dayungnya saat PORPROV lalu yang berlangsung di Bulukumba Sinjai. Namun ditolak. Dan saat itu yang berminat memanfaatkan tenaganya memperkuat skuad dayungnya hanya Kab. Bantaeng.

    Penolakan itu memicu dan memacu semangatnya semakin berkobar untuk berlatih. Berkobar bagi api yang menyala dan siap membakar lawannya. Hingga pada PORPROV saat itu, dia mampu mengibarkan bendera Kab. Bantaeng di podium juara 1 (satu) sebanyak 2 kali. Ya, dia meraih 2 (dua) medali emas.

    Berlanjut berlomba di tingkat nasional mewakili Sulawesi Selatan, pun berhasil mengangkat nama Sul Sel di podium juara. Dan oleh pelatih nasional melihat potensinya sehingga dipanggil pemusatan latihan di Bandung persiapan menghadapi SEA GAMES.

    Pengorbanan terberat baginya adalah saat menerima panggilan ke tingkat nasional, dia ditinggal mamanya untuk selamanya menghadap panggilan Ilahi, Sang motivator dan inspirator terbaiknya. Almh. Nur Wahidah Bakkas Tumengkol. Padahal dia sudah berjanji ke mamanya untuk mempersembahkan prestasi dan bonus yang didapat untuk mamanya saat menjuarai tingkat nasional. Namun saat penyerahan bonus oleh Pemerintah Provinsi, mamanya sudah tidak bisa menyaksikannya. Oleh Azizah bonus yang didapatnya sebagian disedekahkan dan pahalanya diniatkan untuk mamanya. Semua sepupunya waktu itu dapat bonus juga baik yang masih sekolah maupun yg sudah bekerja. Bukan hanya sepupunya bahkan saudara kedua orangtuanya juga mendapatkan traktiran.

     

    Kehilangan ibu tentu sangat menyakitkan. Apalagi di saat saat kehadirannya sangat diharapkan. Namun begitulah jalan hidupnya. Hidup ini harus terus berjalan. Dia tidak patah semangat bahkan menjadikannya bahan bakar untuk semakin ingin mempersembahkan prestasi terbaik buat ibunya sekalipun telah tiada karena dia yakin bahwa ibunya tetap menyaksikannya walaupun di alam yng berbeda.

    Dibawahan pengasuhan ayahnya, Sulthan Rasyid Patwa, semangatnya kembali berkobar sehingga bertekad membuat bendera Indonesia bisa berkibar di Thailand.

    Kini, dia telah meraih prestasi terbaik di level Asia Tenggara. Medali perak dipastikan menjadi miliknya. Naik podium di Thailand merupakan impian semua atlit yang bertanding di SEA GAMES. Namun tidak semua memiliki kesempatan untuk merasakannya. Hanya yang berhasil merebut posisi terbaik yang diberi apresiasi untuk menginjakkan kaki di atas podium. Dan dia sudah membuktikannya.

    Selamat Nak, Nur Azizah Patwa atas torehan prestasinya. Tingkatkan lagi dan prepare untuk Asian Games yah. Insya Allah. Proses takkan pernah mengkhianati hasil.

    Fatmawati Patwa

  • Juara Dayung SEA GAMES untuk Indonesia

    Juara Dayung SEA GAMES untuk Indonesia

    Target raih emas, kenyataan raih perak pada ajang SEA GAMES kali ini di Thailand, 2025. Indonesia memang mengalahkan tuan rumah Thailand pada posisi nomor tiga belum mampu melambung Vietnam.

    Itulah yang diraih atlet dayung Indonesia dimana salah seorang dari mereka ada yang kukenal dekat, Nur Azizah Patwa, mungkin karena mirip nama penulis 😀 .Teamnya sudah berjuang yang terbaik untuk Indonesia.

    Penulis tahu anak ini mengalami perubahan pola pikir dan sikap yang sangat berarti sejak di SMA. Sebelumnya Azizah hanya dikenal dengan istilah battala (gemuk) seperti badan pemain Sumo. Penulis menyebutnya gumbang (semacam guci air di taruh di tangga rumah kayu untuk cuci kaki) tapi tidak pernah menyebutkan itu secara langsung padanya dan berharap tidak pernah diketahuinya hingga kapan pun untuk menghargai perasaannya yang tanpa sadar memilih jalan hidup sebagai manusia battala.

    Tapi siapa sangka perjalanan hidup manusia yang panjang ini. Kedua orang tua Azizah, Sultan Rasyid Patwa dan Nur Wahidah Bakkas Tumengkol (almarhumah), dengan penuh kesabaran selalu memberikan pandangan tentang cara meraih masa depan yang cerah. Semua ini dilakukan tanpa paksaan agar pilihan hidup itu dilakukan secara sadar. Entah nasehat apa yang mengendap baik dalam pikirannya. Yang jelas, ia pun berubah dimulai dari perubahan badan battala jadi langsing. Itu sungguh mengangetkan. Entah kedua, pelatih dayungnya ketika ia masih proses pelangsingan badan pun pada masa itu sudah paham bahwa anak ini akan menjadi atlet olahraga yang handal. Dan itu kemudian terbukti dengan merebut dua emas pada PORDA (Pekan Olahraga Daerah) Sulawesi Selatan yang kemudian hari jadi pembuka jalan lebar menuju atlet nasional Indonesia.

    Raihan perak pada SEA GAMES buat Azizah dan teamnya ini bukanlah hasil puncak. Ini langkah awal untuk mengenal dunia yang lebih luas dengan melihat kwalitas atlet dari berbagai macam negara. Para atlet dan pelatih tentu lebih jeli membaca kelebihan dan kelemahan diri sendiri dan lawan. Perak bukanlah medali akhir betapapun kejuarannya telah berakhir. Akhir tersebut satu tangga terakhir menuju emas pada kejuaraan lebih bergengsi dan lebih besar berikutnya.

    Selamat buat Azizah dan team. Kalian adalah aset berharga yang dimiliki Indonesia yang membuat bangsa ini akan semakin dihargai di mata dunia. Tetap berlatih dengan tekun dan disiplin dimana keinginan dan tekad kalian harus lebih kuat dari segala latihan hingga suatu saat mampu membuktikan bahwa you are the best, the greatest. (Kalian yang terbaik, terbesar).

    Zulkarnain Patwa
    * Penulis Bebas

  • Menuntaskan Kebuntuan Bahasa Inggris

    Menuntaskan Kebuntuan Bahasa Inggris

    Pilihan mengikuti kelas Basic English Grammar (Tata Bahasa Inggris Dasar) di Rumah Belajar Bersama (RBB) mendorong para pelajar untuk berpikir ganda karena kita sebagai pengajar memberikan perhatian yang tinggi dan sangat teliti dalam upaya membangun fondasi pengetahuan yang kokoh. Mendengar kata ‘basic’ terkesan sangat mudah dan cenderung tidak menjadi perhatian serius, biasa saja. Dan bila kesalahan berpikir tersebut diikuti dengan menganggap remeh, itu adalah awal mala petaka muncul.

    Layaknya sebuah pohon, basic adalah akar. Bila akar itu kuat, pohon pasti sangat mudah tumbang. Itulah yang sering terjadi di sekitar kita. Para pelajar mahasiswa, pencari kerja dan termasuk yang hendak kuliah ke luar negeri, terburu-buru ikut pelatihan TOEFL (Test of English as a Foreign Language) atau IELTS (International English Language Testing System) tanpa punya basic yang kokoh. Tumbang. Mereka lupa darimana harus memulai.

    Fenomena ketidakmampuan para pelajar untuk berbahasa asing sebenarnya tidaklah begitu mengherankan. Sejak tahun 70-an, Muchtar Lubis, penulis kritis dan sekaligus wartawan senior Indonesia, telah mengkritik dengan sangat tajam tentang rendahnya kwalitas mahasiswa Indonesia yang mampu berhasa asing. Dan bila kita lihat masa sekarang ini, apa yang menjadi kegelisahan Muchtar Lubis itu masih sangat relevan untuk disampaikan ke lagi ke publik sebagai pengingat bahwa ada masalah besar yang belum tuntas dari generasi ke generasi dalam dunia pendidikan kita.

    Sebuah jawaban pun muncul. Pendidikan alternatif dikenal dengan Kampung Inggris Pare, Kab. Kediri, Jawa Timur kini menjadi rujukan anak-anak, para pemuda-pemudi dan bahkan orang yang hendak mengambil doktor sekalipun. Sejak dari tahun 2003 hingga 2012, penulis sering mengunjungi kampung tersebut untuk belajar dan sekedar jalan jalan berlibur mengantar adik dan kemenakan guna mengakrabkan pada lingkungan belajar yang lebih luas dan kondusif. Dari puluhan lembaga yang penulis ikuti, ada dua lembaga yang sangat konsentrasi menuntaskan kebutuhan akademik pelajar dan mahasiswa dengan sistem yang ketat. SMART ILC (International Language Center) dan ELFAST. Keduanya mewajibkan pelajar basic untuk tidak sekedar tahu kelas kata (Parts of speech) tapi mengerti tenses secara total–Syarat utama untuk mudah mendalami pembelajaran tingkat menengah dan tinggi.

    SMART hadir dengan konsep pemahaman struktur di luar kepala dan ELFAST dengan langsung melatih kemampuan fungsi kegunaan tenses dimana pelajar membuat karangan dalam bentuk tulisan dimana di dalam cerita tersebut harus melibatkan semua tenses. SMART tidak akan membiarkan para pelajar untuk naik tingkat bila tidak lulus ujian. Pelajar harus bersedia mengulang atau pindah ke lembaga belajar yang lain. sedangkan ELFAST, para pelajar bebas mengikuti tingkatan apapun yang anda minati. Sesuai namanya, ELFAST singkatan English/Bahasa Inggris dan Fast/cepat) punya misi mengajarkan cara bahasa Inggris dipelajari dengan cepat.

    Sebenarnya, ada juga BEC (Basic English Course) yang sangat terkenal didirikan oleh Mr. Kaelani yang menjadi menjadi think tank lahirnya kampung Inggris tapi sayangnya, penulis tidak sempat gabung di sana hanya karena tidak ingin mengenakan pakaian seragam dan berdasi sebagaimana waktu SMA. Saat ini tentu lebih banyak lembaga terus hadir mengembangkan cara belajar yang efektif di Pare yang penulis belum kenali dan itu dapat menjadi bahan tulisan atau penelitian bagi orang yang pernah ke sana.

    Dari penguatan basic tersebut, penulis yang sejak kecil terbiasa berbicara Inggris di rumah sendiri–Ayah penulis Drs. H. Patiroi (Alm.) berbahasa Inggris, Arab dan sedikit Jerman–makin sadar bahwa salah satu kendala terbesar membaca buku-buku berbahasa Inggris yang ditawarkan ayah adalah kurang peduli pada basic grammar. Memang benar bahwa banyak membaca banyak tahu namun itu lebih lengkap bila diikuti dengan grammar yang bagus. Terjemahan yang dibuat jauh lebih tepat, bukan sekedar menebak.

    Untuk itulah, penulis dan rekan rekan pengajar Bahasa Inggris di RBB yang semuanya pernah belajar serius selama bertahun-tahun di Kampung Inggris Pare, Kediri Jawa Timur bersepakat bahwa pemahaman tenses adalah mutlak, tidak bisa ditawar-tawar agar kita mampu mencetak para pelajar benar-benar punya daya saing. Beberapa hal terpenting dilakukan. Pertama, mereka harus mampu menamatkan buku latihan tebal berstandar internasional. Kedua, membaca ulang dengan suara nyaring pada hasil latihan yang telah dikerjakan sebagai penguatan, bekal latihan speaking (bicara) dan perbaikan pronunciation (pengucapan). Ketiga, mengerti tenses di luar kepala.

    Setelah menuntaskan materi basic tersebut, betapapun urusan materi lainnya akan jauh lebih mudah dianalisa, tahap demi tahap pada pembelajaran harus tetap dilalui secara teratur demi terciptanya pemahaman yang lebih utuh. Hal ini sangat berguna saat para pelajar mengikuti pelatihan TOEFL dan atau IELTS yang biasanya digunakan kepentingan pekerjaan dan lanjut kuliah ke luar negeri. mereka yang tuntas pada basic tidak lagi takut karena punya bekal dan cenderung akan bergembira menghadapi tantangan karena bisa mengikuti alur pembelajaran yang biasanya ditafsirkan rumit. Semua kemudahan jalan tersebut diperoleh karena terdapat perhatian serius, tidak menganggap remeh. Mala petaka kebuntuan pelajar kita belajar bahasa asing khususnya bahasa Inggris pun terselesaikan.

    Note:
    Pada foto adalah Aska, pelajar SMPN 1 Bulukumba yang sedang berjuang memahami tenses secara total tanpa lihat catatan lagi.

    Zulkarnain Patwa
    * Pemerhati Pendidikan

  • Perputaran Makna Mengabadi

    Perputaran Makna Mengabadi

    Tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari (novi sub sole). Ungkapan berbahasa latin ini berhasil menjelaskan dengan bahasa yang sangat sederhana dan ringkas tentang teori sejarah yang berulang, atau melingkar. Kalau pun ada perubahan, hanya waktu dan pelaku saja yang berubah. Tapi bagaimana kita memahami hal tersebut bila kita tidak mecoba mengenal hal hal yang baru? Perulangan itu memang membosankan dan yang baru pun akan jadi tua mengikuti siklus sejarah yang melingkar. Begitulah!

    Pertemuan dengan Mariella Kempen bersama Mr. Belanda–Kesulitan melafalkan dengan benar, penulis menyebut Mr. Egbert dengan Mr. Belanda. Beruntung, dia tidak keberatan. Ide ini muncul karena Mariella lebih dahulu menyebut penulis Mr. Karate–saat menjemputnya di Bira penuh dengan kehangatan. Dalam pandangan Aris Irfan dan penulis, sama-sama asing: kami adalah orang asing di mata mereka dan mereka juga menganggap kami orang asing tapi karena sama sama ingin tahu tentang perbedaan budaya, terbangunlah komunikasi yang diniatkan untuk saling memahami. Ini berdasarkan pemikiran terbuka sehingga pembicaraan yang sangat serius pun dapat menjadi hiburan dimana perjalanan dari Bira menuju kota Bulukumba terasa singkat.

    Saat melintasi Desa Bira dan Darubia, Mariella bertanya tentang kegiatan orang orang desa. Tentu saja kebanyakan masyarakatnya adalah nelayan dan pelaut. Anak muda suka melaut ke berbagai pulau di Indonesia dan bahkan ikut bekerja di kapal besar yang membuat mereka bisa melihat negeri-negeri terjauh.

    Dalam membangun keluarga, biasanya orang orang desa tersebut menikah semasa kampung atau keluarga sendiri sehingga wajar bila sistem kekerabatan itu sangat kuat.

    Para pelaut muda bila pulang kampung, mereka pun masih patuh pada orang tuanya saat dijodohkan sesama keluarga dekatnya. Kepatuhan yang baik kepada orang tua dipercaya sebagai sebagai bagian dari jalan menuju kesuksesan.

    Mr. Egbert membandingkan dengan negaranya. Ia menjelaskan bahwa anak bebas memilih siapapun yang mereka suka dan orang tua tidak campur tangan. Mereka bisa memilih hidup dengan siapapun yang mereka suka.

    Penulis pun memberikan dukungan. Beberapa para pelaut saat berlayar menikah di luar dan membawa pulang istri dan sekaligus anaknya. Mariella langsung menyambung, “Pelaut adalah orang bebas’, katanya sembari senyum ramah. Seisi mobil sepakat, tiada bantahan.

    Penulis sekedar menambahkan bahwa seiring dengan perkembangan zaman, menikah sesuai pilihan hati pemuda pemudi pun itu tidak seketat seperti dahulu. Para orang tua di daerah pesisir pun pada dasarnya cenderung punya pemikiran terbuka disebabkan oleh interaksinya dengan dunia luar melalui jalur perdagangan laut antar pulau.

    Saat tiba di Tanah Beru, kami mengusulkan untuk sedikit berbelok agar dapat melihat pusat pembuatan perahu tradisional terkenal dengan sebutan Pinisi yang menjadi simbol bahari Indonesia di dunia dan telah ditetapkan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) pada 2017. Itu memang mengalihkan perhatian dimana kayu besi yang terkenal kuat dan keras mampu dibengkokkan dengan dengan peralatan sederhana. Jumlah pekerja pun cukup dengan empat atau sepuluh orang untukmembuat perahu yang sangat besar seperti yang dilihatnya secara langsung.

    Rasa penasaran pun muncul. ‘Bagaimana bisa terbentang begitu banyak perahu yang sedang dibuat?’ Mr. Egbert dan Mariella bertanya. ‘Orang orang lokal dan orang dari berbagai penjuru dunia terlebih dahulu memesan sebelum dibuatkan’, jawab penulis. Lagi pula tradisi pembuatan perahu ini telah diwariskan oleh nenek moyang kami dari generasi ke generasi beratus ratus lamanya.

    Satu hal membuat kepala saya pusing dan butuh waktu lama untuk menjawab. Pertanyaan sederhana, tak pernah kubayangkan dan tidak ada yang pernah menanyakan sebelumnya. ‘Apa yang paling anda sukai di Sulawesi?’, tanya Mariella. Sebenarnya penulis ingin menjawab ‘Saya mencintai tanah kelahiran saya dan tempat dimana saya dibesarkan’. Itu cukup namun tidak terucapkan. Penulis menginginkan jawaban sedikit lebih intelek dan tetap mengandung kejujuran. Pada akhirnya penulis bilang, ‘Sebenarnya saya ingin keliling dunia juga seperti anda tapi saya memilih mengikuti saran ayahku untuk pulang kampung. Jadi, ilmu yang saya peroleh sewaktu sekolah dan kuliah sebisa mungkin bermanfaat untuk lingkungan sekitarku’.

    Menjelang masuk kota Bulukumba dimana kami hampir berpisah, suasana pun makin akrab. Umur, pekerjaan, lajang atau menikah, jumlah anak dan hal privasi lainnya bukanlah obrolan yang perlu disembunyikan.malahan, ini bagaikan bumbu penyedap rasa yang membuat makanan jadi super lezat. Yang menarik kami sampaikan kesediaan Mariella menjelaskan bahwa dirinya sebenarnya adalah seorang manajer pada sebuah taman yang luas nan indah bernama Garden De Lage Orsprong di desa Oortesbek dibangun sebelum perang dunia kedua.

    Taman itu terlihat alami dipadukan dengan imajinasi dan kreativitas kecerdasan manusia memasukkan desain tata ruang artistik, beragam seni musik dan karya yang selaras dengan alam membuatnya terlihat sempurna. Sang manager ini memimpin sekitar enam puluh orang termasuk Mr. Egbert. Wajarlah orang ramai tertarik melaksanakan kegiatan di tempat itu. Anda bisa melihat linknya di sini: https://tuindelageoorsprong.nl

    Ketika hendak berpisah di kota Bulukumba, kami tanpa sengaja sempat bertemu dengan Andi Ayatullah Ahmad, Humas (Hubungan Masyarakat) Pemerintah Daerah Bulukumba. Dia pun menyapa dan saling berinteraksi dalam Bahasa Inggris dan mendapatkan pernyataan tentang bagaimana humas bekerja. Penulis tahu ada beberapa tafsir yang berbeda yang ditangkap oleh Mariella dari penjelasan Kak Ayatullah. Namun semua itu hanya karena persoalan bahasa saja dan dapat saling memaklumi dan diakhiri dengan canda tawa dan salaman yang ramah dan Mariella pun bersiap menuju Makassar.

    Begitulah. Semua kisah di atas bukanlah sesuatu yang baru di bawah matahari. Kami yakin apa yang kami lakukan ini telah dilakukan oleh orang orang sebelum kami. Pilihan untuk mencatatkan perjalanan kehidupan saat bertemu dengan orang orang asing betapapun singkat itu mengikat makna dan mungkin saja berguna bagi orang lain karena bila tidak ditulis, itu akan berlalu bersama angin. Scriptamanent.

    Zulkarnain Patwa
    * Penulis Bebas
    * Pengajar di RumahBelajar Bersama

  • The Eternal Cycle of Meaning

    The Eternal Cycle of Meaning

    There is nothing new under the sun (novi sub sole). This Latin expression successfully explains in very simple and concise language the theory of history repeating itself, or circling. Even if there are changes, only time and the actors change. But how can we understand this if we don’t try to learn new things? Repetition is indeed boring, and even the new will become old, following the circular cycle of the history. That’s how it is!

    The meeting with Mariella Kempen and Mr. Belanda—having difficulty to pronounce the name correctly, the writer calls Mr. Egbert as Mr. Belanda (Read: Netherland). Luckily, he didn’t mind. This idea arose because Mariella previously called the writer Mr. Karate—when picking them up in Bira. It was filled with warmth. In Aris Irfan’s and the writer’s perspectives, we are both strangers: we are strangers in their mind, and they also consider us strangers. But because we both had a curiosity about cultural differences, communication was aimed to have mutual understanding. This is based on open mindedness so that even it was very serious conversations, it could become joyful discussion.

    While passing through Bira and Darubia villages, Mariella asked about the villagers’ activities. Naturally, most of the people are fishermen and sailors. Young people enjoy sailing to various islands in Indonesia and even working on large ships sailing them to see many countries

    Beside that, when starting a family, villagers typically marry within their own village or family, so it is natural for the kinship system to be very strong.

    When young sailors return home, they still obey their parents when they are arranged marriage with someone within their immediate family. Obedience to believed to be part of the path to success.

    Mr. Egbert compared this to his country. He explained, ‘Men or women are free to choose whomever they like, and their parents do not interfere. They can choose to live with whomever they are pleased’. The writer also supported his idea. Some sailors married abroad while sailing and bringing home their wives and children. Mariella immediately added, “Sailors are free men,” she said with a friendly smile. The entire car agreed and laughted without any objection.

    The writer simply added that with the changing times, marrying according to one’s own choice is no longer as strict as it once was. Parents in coastal areas also tend to be more open-minded due to their interaction with the outside world through inter-island sea trade routes.

    Arriving in Tanah Beru, we suggested a slight detour to see the famous traditional boat-making center known as Pinisi, a symbol of Indonesian maritime heritage worldwide and it was designated by UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) in 2017. It was indeed a sight to behold, as the renowned ironwood, known for its strength and hardness, could be bent with simple tools. As information, to build an enormous boat, it just need four to ten workers. Maybe you don’t believe it but it is true.

    Curiosity arose. ‘How can there be so many boats being built?’, Mr. Egbert and Mariella asked. ‘Locals and people people from all over the world order before boats are made’, the writer replied. After all, this boat-building tradition has existed from our ancestors for hundreds of years.

    As we approached Bulukumba district, where we were about to say goodbye, the atmosphere grew more friendly. Age, job, single or married, number of children, and other private matters were no longer private conversation to be kept as secrets. In fact, all of them were like spices that enhance the flavor of a meal. The interesting thing that we could share is Mariella’s job. She is a manager of a vast and beautiful garden called Garden De Lage Orsprong in the village of Oortesbek built before World War II.

    The garden’s natural beauty, combined with the imagination and creativity of human intelligence, incorporates artistic spatial design, a variety of musical forms, and work of art that harmonize with nature, creating a perfect atmosphere. The manager has been leading a group for about sixty people, including Mr. Egbert. It is no wonder that people love to make events there. You can find the link here:  https://tuindelageoorsprong.nl

    When we arrived in Bulukumba, we accidentally met Andi Ayatullah Ahmad, Public Relations Officer. He greeted us and interacted in English, receiving a briefing on how public relations works, I understand that Mariella had several different interpretations of Ayatullah’s explanation. However, it was simply a language barrier, and we were able to reach a mutual understanding. The conversation ended with laughter and a friendly handshake, and Mariella prepared to go to Makassar.

    That’s how it is! All of the stories above are nothing new. We believe that what we are doing has been done by people before us. The choice to write our short life journey, even brief encounters with strangers, holds meaning and may be useful to others, for if not written down, they will simply be forgotten. Scripta manent: spoken words fly away, written ones remain.

    Zulkarnain Patwa
    * Independent Writer
    * Teacher at Rumah Belajar Bersama

  • Enjoying Togetherness

    The exhaustion of a long night of karate training didn’t have to make me reluctant to get up early. Aris Irfan  invited me to accompany him to pick a guest up at 8:00 a.m. at the  tourism area in Bira heading to Sultan Hasanuddin Airport in Makassar. I’m always excited to meet new people and see a window of the world through conversations with knowledgeable foreigners without having to set foot in a foreign country.The exhaustion of a long night of karate training didn’t have to make me reluctant to get up early. Aris Irfan invited me to accompany him to pick a guest up at 8:00 a.m. at the  tourism area in Bira heading to Sultan Hasanuddin Airport in Makassar. I’m always excited to meet new people and see a window of the world through conversations with knowledgeable foreigners without having to set foot in a foreign country.

    Wow! that was truly interesting. In Bira, we met a cheerful young girl who is on vacation with her father and mother. We briefly chatted with the family, who seemed happy about their vacation. We saw the way they communicated with each other, exuding positive energy, as we witnessed the girl saying goodbye to her parents.

     

    When we were in the car, Tessa told us that she is a student in a five-month exchange from her university in the Netherlands to Gadjah Mada University in Yogyakarta. She is going to return to her university in the Netherlands next month.

    Tessa’s curiosity about the vast world has driven her to travel the world. Because she has visited so many countries, she lost count. Being in Indonesia, where she has time to study and explore the beauty of islands like Bira, the vast and enchanting expanse, has greatly supported her hope and education, as she is majoring in International Relations.

    Indonesian students, especially those with at least English language skills, are also encouraged to follow iTessa’s footsteps. This opportunity is abundant because student exchange relationship is built on good relations between countries and then followed by a collaboration between universities. Therefore, it is important for students to become proficient in foreign languages by enrolling in alternative educational institutions like Rumah Belajar Bersama or other similar institutions to develop themselves before entering university.

    Being in a foreign country, Tessa has a positive impression of the Islamic world. She believes that Indonesians have a strong social awarness. She has learned this from her experience, witnessing how even people living in poverty still think of others by helping others. This is rare in her country which has highly individualistic lives in Europe.

    The world is full of color and diverse daily activities. Karate, however tiring, strengthens the mind and body. Meeting new international people enriches our perspective and ties the bonds of brotherhood, like those of Mr. Irfan and others like him, making life more meaningful.

    Zulkarnain Patwa
    * Independent Writer

  • Menikmati Kebersamaan

    Menikmati Kebersamaan

    Kelelahan latihan panjang bela diri karate di malam hari tidaklah mesti membuat saya malas bangun pagi. Aris Irfan mengajak saya menemaninya untuk menjemput seorang tamunya jam 08.00 pagi di kawasan wisata Bira yang mau ke Airport Sultan Hasanuddin di Makassar. Saya pun selalu bersemangat bertemu dengan orang orang baru melihat jendela dunia yang luas berdasarkan obrolan dengan orang asing yang punya wawasan tanpa saya harus menginjakkan negeri orang.

    Wah, sungguh menarik. Di Bira kami bertemu dengan seorang gadis muda periang yang ternyata liburan bers0ama ayah dan ibunya. Kami sempat saling bercerita sejenak dengan keluarga yang terlihat berbahagia liburan di Indonesia itu. Hal itu kami lihat dari cara berkomunikasinya sesama keluarga yang memancarkan energi positif dengan menyaksikan bagaimana gadis itu pamit kepada kedua orang tuanya.

    Setelah berada di mobil, Tessa memberitahukan bahwa dirinya mahasiswi yang sedang memperoleh pertukaran pelajar dari kampusnya di Belanda ke Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta selama lima bulan. Satu bulan ke depan ia akan kembali ke universitasnya di Belanda.

    Rasa ingin tahu mengenal dunia yang luas ini membuat Tessa berkeliling dunia. Sebegitu banyaknya negara yang pernah ia kunjungi, ia tidak sempat lagi menghitungnya. Dan berada di Indonesia dimana ada waktu belajar dan berkeliling menikmati keindahan pulau-pulaunya semisal Bira yang terbentang luas dan mempesona sangat mendukung harapan dan pendidikannya yang memilih jurusan Hubungan Internasional.

    Para pelajar Indonesia khususnya yang telah mempunyai kemampuan berbahasa asing minimal Bahasa Inggris penting juga untuk mengikuti jejak Tessa. Kesempatan ini sangat terbuka karena relasi pertukaran pelajar tersebut atas dibangun atas hubungan baik antar negara dan kemudian diikuti oleh kerjasama antar universitas. Oleh karena itu, sangatlah penting bagi pelajar sekolah untuk mahir berbahasa asing dengan cara bergabung di lembaga pendidikan alternatif semisal RumahBelajar Bersama atau lembaga apapun itu untuk mengembangkan diri sebelum masuk ke jenjang universitas.

    Mi

    Berada di negeri orang, Tessa punya kesan positif terhadap dunia Islam. Ia memandang bahwa orang Indonesia itu punya kepekaan sosial yang tinggi. Hal itu ia baca dari pengalamannya menyaksikan dimana orang bahkan hidupnya miskin sekalipun masih sempat memikirkan orang lain dengan membantu. Kejadian ini jarang terjadi di negaranya karena kehidupan di Eropa yang sangat individualis.

    Dunia penuh dengan warna warni dengan beragam kegiatan harian. Karate yang betapapun melelahkan, itu memperkuat mental dan fisik, berkenalan dengan orang baru memperkaya cara pandang kita dan mempererat ikatan persaudaraan seperti Pak Irfan dan orang sederetannya membuat hidup ini jadi lebih bermakna.

    Zulkarnain Patwa
    * Penulis Bebas

  • Orang Dewasa pada Bahasa Inggris

    Orang Dewasa pada Bahasa Inggris

    Orang dewasa biasanya hadir belajar Bahasa Inggris karena alasan yang sangat penting. Yang paling lazim kita temui adalah alasan lanjut kuliah S 2 di dalam atau luar negeri atau tuntutan kerja di luar negeri.

    Uswatun Khazana A. adalah lulusan Kebidanan S 2 di Universitas Hasanuddin dan D 4 di Megarezki pada jurusan yang sama, Sulawesi Selatan memilih belajar Bahasa Inggris karena ingin bekerja sebagai tenaga kerja kesehatan di Arab Saudi. Alasannya sederhana, gaji yang layak bisa ia peroleh.

    Sejak jam 13.00 hingga jelang malam hari, Uswa duduk di tempat yang sama. Ia hanya bergeser sejenak untuk urusan makan atau shalat. Menurut keterangan ayahnya, semasa kuliah, ia meraih predikat cum laude (mahasiswa lulusan perguruan tinggi yang prestasi akademiknya yang luar biasa). Jadi tidaklah mengherankan bila ia punya ketekunan belajar di atas rata rata.

    Mengapa Uswa begitu gigih belajar Bahasa Inggris? “Saya memang ingin ke luar negeri tapi saya mau tahu ilmunya”, terangnya. Dari penjelasan singkat sini, kita dapat menangkap bahwa selain urusan pragmatis pekerjaan, ia memang termasuk orang yang suka menuntut ilmu. Dan ia punya peluang besar untuk itu karena cara belajarnya selama lebih dari satu bukan sekedar untuk tahu melainkan paham secara detail dari tiap bab yang dipelajari.

    Dua orang guru kelasnya pun punya kwalifikasi yang meyakinkan dengan pengalaman bertahun-tahun pernah belajar hingga materi tingkat tinggi selama bertahun-tahun di Kampung Inggris Pare, Kediri Jawa Timur. Mr. Ancha mengajar Uswa di kelas Reading (membaca teks Inggris disertai kewajiban menjawab soal-soal cerita) dan Mr. Agung pada Grammar (Tata Bahasa). Uswa berpikir bahwa meskipun berbeda materi pada tiap kelas, apa yang semua dipelajari saling terhubung dan itulah yang membuatnya lebih tertantang. ‘Apa yang selama ini yang semasa sekolah dan kuliah, baru saya mengerti sekarang’, jelasnya. Ia percaya inilah jalan yang ia tempuh untuk membuatnya punya keahlian berbahasa asing yang selama ini ia impikan.

    Cara berpikir dari perempuan dewasa seperti Uswa yang memilih berkarir dengan terlebih dahulu mengedepankan menuntut ilmu sangat kita butuhkan untuk meningkatkan kwalitas hidup masyarakat. Pekerjaan yang akan ia dapatkan pun tentulah bukanlah rendahan. Selain mampu menuntaskan persoalan ekonomi, ia juga juga punya keluasan pengetahuan yang dapat ia oleh jauh lebih baik dalam anak-anaknya di rumah yang mana ini adalah pondasi paling utama dalam mendidik dan mencetak generasi yang lebih punya daya saing di masa akan datang.

    Zulkarnain Patwa
    Pengajar Bahasa Inggris

  • Kilasan INKADO Luwu Timur Jadi Perguruan Karate Bergengsi di Sul Sel

    Kilasan INKADO Luwu Timur Jadi Perguruan Karate Bergengsi di Sul Sel

    Rekan rekan perguruan karate INKADO (Institut Karate-Do Indonesia);Luwu Timur (Lutim) ini punya daya saing yang bagus. Perkenalan dengan suasana akrab mulai terjalin baik sejak Desember 2024 saat team INKAI (Institut Karate-Do Indonesia) Sulawesi Selatan (Sul Sel) langsung dipimpin oleh Ir. Abdul Djalil Razak, Ketua INKAI Sul Sel dimana penulis bertugas sebagai Manager INKAI Sul Sel bertandang ke kejuaraan yang mereka adakan di Bumi Batara Guru, Sorowako, Lutim, Sulawesi Selatan. Sekedar info saja, perjalanan dari Makassar ke Lutim itu sekitar 24 jam dengan naik bus.

    Waktu itu, kekuatan atlet Lutim terlihat sedang tumbuh disertai semangat bertanding yang tinggi. Dan INKAI Sul Sel tetap tidak menganggap remeh tuan rumah dengan tetap menurunkan sebagian besar atlet terbaiknya yang telah punya segudang pengalaman pada kejuaraan besar untuk menambah pengalaman tanding pada kunjungan daerah terjauh di Sul Sel. Hasilnya, INKAI Sul Sel untuk merebut juara Umum 1. INKADO Lutim berada pada posisi Juara Umum 2.

    Betapa mengejutkan, pada kejuaraan Kemenpora RI pada Nopember 2025 di GOR Sudiang, Sulawesi Selatan, INKADO Lutim tiba tiba berhasil merebut Juara Umum 3. Kali ia memang dua tingkat dari INKAI Sul Sel yang meraih Juara Umum 1 dimana kejuaraan sebelumnya ia berada di bawah satu tingkat saja. Tapi ini lebih berarti karena kejuaraan ini yang jauh lebih bergengsi dimana para atlet berbakat nan handal dari berbagai macam penjuru turun berlaga. Kita tahu bahwa tidakkah mudah bagi sebuah perguruan tiba tiba muncul sebagai juara, capaian kejuaraan terbaik bagi INKADO Lutim pasca teror Covid 19.

    Mari kita cek capaian medali dari rilis resmi pada ranking medals Piala Menpora RI, 2025.

    Juara Umum 1, INKAI Sul Sel
    25 Emas, 26 Perak, 13 Perunggu

    Juara Umum 2, Kodam XIV Hasanuddin
    16 Emas, 11 Perak, 12 Perunggu

    Juara Umum 3, INKADO Lutim
    11 Emas, 5 Perak, 18 Perunggu

    Dari sebaran media sosial, penulis tahu bahwa setelah menjadi tuan rumah kejuaraan pada 2024 itu, INKADO Lutim lebih aktif lagi melaksanakan latihan. Beberapa teknik gerakan sebaran video karatenya pun telah berubah dan lebih baik dari yang sebelumnya. Menyaksikan perkembangannya, hemat penulis ini bukanlah hal tiba tiba tapi hal wajar ia mampu merebut posisi ketiga. Seperti yang lazim disebut orang, usaha itu tidak mengkhianati hasil.

    Dalam kejuaraan, tiap perguruan saling berkompetisi untuk meraih juara tapi hubungan yang baik mestilah harus selalu terjalin sebagaimana yang kita lakukan. Selamat ya buat INKADO Lutim. Anda telah turut berhasil menyita perhatian dan masuk bagian dari perguruan karate yang diperhitungkan karena membuktikan telah meraih Juara Umum di kejuaraan yang bergengsi di Indonesia.

    Zulkarnain Patwa
    * Humas INKAI Sulawesi Selatan
    * Pelatih INKAI Bulukumba
    * Pengajar Bahasa Inggris di RumahBelajar Bersama